Respon terhadap serangan Bom Bali I (Oktober 2002).
Peristiwa yang merengut banyak nyawa terjadi pada bulan oktober tepatnya tanggal 12 Oktober 2002 terjadi suatu tragedi yang mengerikan dan sempat mendapat perhatian dari belahan dunia pasalnya banyak korban WNA yang tewas sekitar duaratus orang baik dari WNA dan WNI.
Dengan peristiwa bom Bali pemerintah merespon dengan mengelaurkan perpu no. 1 tahun 2002 tentang pemberantasan terorisme dan perpu no. 2 tahun 2002tentang pemberlakuan perpu 1 tahun 2002 tentang pemberantasan PTP pada peristiwa peledakan bom Bali 12 oktober 2002. Sementara itu dunia internasioanal merespon melaluiresolusi PBB tanggal 28 oktober 2002 dengan resolusi 1438 yang isinya pernyataan simpati dan belasungkawa PBB terhadap pemerintah dan rakyat Indonesia, korban dan keluargaya.
Permasalahan dalam penanganan terorisme di Indonesia.
Dalam memberi perlindungan dan payung hukum Indonesia sebagai negara hukum memberlakukan Undang-undang no. 15 tahun 2003 yang isinya menetapkan perpu no. 1 2002 menjadi undang-undang.
Berkaitan dengan payung hukum tersebut dapat diberikan beberapa catatan yang kajian akademik yang antara lain berkaitan dengan:
- Rumusan pasal-pasal yang bersifat elastis.
Rumusan-rumusan yang sifatnya elastis dapat dilihat pada pasal 6 dan pasal 7 perpu no. 1 tahun 2002 akan menyulitkan orang yang terkena dampak ataupun aparat penegak hukum ynag menjadi pelaksana dari akibat berlakunya perpu ini.
Dari uraian diatas selintas dapat dilihat bahwa definisi terorisme seperti yang dimaksud oleh perpu ini belum dapat digunakan untuk mengkalkulasi/ kuantifikasi sesuatu perbuatan dan akibat dari perbuatan tersebut sehingga perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai TPT.[1][6]
Kebijakan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Kalau kita mengamati dan memperhatikan keberadaan tindak pidana terorisme yang ada di Indonesia maka sikap kita sebagai warga negara yang menganut negara hukum dalam melakukan pemberantasan tindak pidana terorisme maka didasarkan pada paradigma yang sesuia dengan ciri