Terorisme dalam Perspektif Hukum Pidana

negara hukum. Undang-undang kita menganut dan berkarakter kedaulatan rakyat, juga dianutnya asas legalitas dan dihormatinya hak asasi manusia dengan mengejewantahkan peradilan yang bebas dan mandiri. Max weber mengungkapkan konsep negara hukum dan rasional, diantaranya: aturan hukumnya memiliki suatun kualitas normatif yang umum dan abstrak, merupakan hukum positif yang diputuskan secara sadar diperkuat oleh kekuasaan yang memaksa dari negara dalam bentuk sanksi, sistematis, dan substansi hukum sama sekali terpisah daripertimbangan-pertimbangan agama dan ethis.

Dari pendapat Max Weber tersebut diatas, maka kebijakan pemberantasan tindak pidana terorisme diwujudkan sebagi upaya mewujudkan fungsi dan ciri hukum sebagaimana diamnatkan oleh undang-undang 1945, yakni Indonesia sebagai negara hukum harus melindungi masyarakat dari ancaman bahaya dan tindakan merugikan yang datang dari sesamanya dan atau kelompok masyarakat.

Minimnya perlindungan terhadap hak-hak tersangka

Undang-undang pemberantasan telah mengatur secara rinci hak dan kewenangan penyidik, penuntut, hakim dan korban, tetapi untuk hak-hak tersangka/terdakwa belum terekomendasi, antara lain:

  1. Hukum untuk diberitahukan secepatnya alasan penangkapan dan penahanan.
  2. Hak untuk mengajukan keberatan apabiala ada tindakan kekerasan.
  3. Hak terdakwa untuk berhubungan dengan pihak yang berkepentingan.[1][7]

Dalam proses penyidikan dan penyelidikan maka perlu diatur perlindungan terhadap saksi, pelapor, korban dan aparat penegak hukum. Dalam perpu no.1 tahun 2002 telah memberikan perlindungan kepada pihak-pihak yang berkaitan PTP seperti saksi,penyidik( yang dalam menjalankan tugas terpaksa harus menutup wajah ) terhadap penuntut umum dan hakim yang memeriksa perkara TPT. Perlindungan tersebut dapat berupa:

  1. Pelindungan atas keamanan pribadi.
  2. Kerahasiaan identitas saksi; dan
  3. Pemberian keterangan di muka persidangan dengan tanpa bertatap muka dengan terdakwa.

Adapun perlindungan tersebut sesuai dengan undang-undang no. 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban yaitu: