JAKARTA – Peneliti hukum cyber dan politisi menganggap pemblokiran situs-situs yang dianggap radikal oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkoinfo) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) punya dasar hukum yang kuat.
“Meski pemblokiran situs-situs tersebut menuai kontroversi, namun sebenarnya Kemenkominfo punya dasar hukum kuat untuk memblokir situs-situs tersebut, ” kata peneliti hukum cyber Margiono kepada media, Kamis (2/4/2015).
Dasar hukum yang dipakai untuk langkah itu menurut Margiono adalah beberapa Undang-undang, terutama UU ITE yang memberi mandat pada Kemenkominfo untuk melakukan pengendalian konten-konten yang berbahaya seperti pornografi, perjudian dan yang mengandung atau menyarankan kekerasan atau konflik Suku Ras dan Agama (SARA).
Margiono juga menjelaskan jika ada pengelola situs yang diblokir tidak setuju dengan langkah yang diambil Kemenkominfo, pihak tersebut dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Senada dengan hal itu, politisi PDIP yang juga mantan anggota Komisi III DPR, Eva Sundari tindakan pemblokiran situs-situs radikal itu punya dasar hukum. Dasarnya menurut Eva adalah UU ITE, UU Terorisme dan Peraturan Pemerintah (Permen) Kemenkoinfo no 19/2014 tentang tatacara pemblokiran konten bermuatan illegal.
“Saya dilibatkan Kemenkoinfo membahas rancangan Permen itu di tahun 2012. Mereka tadinya hanya mau blokir situs porno dan perjudian. Kita ingat, jaman Pak Tifatul menjabat Menteri sudah banyak situs bermuatan terorisme yang diblokir, ” kata Eva.
Jadi pemblokiran situs yang dianggap radikal itu punya dasar hukum kuat dan tidak hanya dilakukan pada pemerintahan yang sekarang ini saja.