Republika – Di sudut Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pasir Putih, Nusakambangan, sebanyak 41 narapidana (napi) kasus terorisme menghabiskan harinya. Di antara napi teroris itu, terdapat mantan pimpinan Jamaah Islamiyah (JI) Asia Tenggara, Abu Bakar Baasyir.
Baasyir selama ini kerap disebut sebagai aktor intelektual di balik aksi JI di Indonesia. Kendati telah menghuni jeruji besi, aparat penegak hukum menilai, paham garis keras masih bersemayam di sebagian penghuni Nusakambangan itu.
Karenanya, upaya penanganan terorisme tetap dilakukan sekalipun itu di Nusakambangan. Pemerintah kini mengedepankan strategi baru untuk menangani paham teroris yang masih dianut para napi.
Strategi itu bukan dengan senjata laras panjang. Strategi tersebut juga bukan dengan aksi detasemen pasukan khusus. Sebab, cara ampuh yang ditempuh adalah dengan menggunakan pendekatan dialogis dan humanis. Para napi pun diajak bicara dari hati ke hati terkait keyakinan dan kemanusiaan.
Alhasil, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementerian Agama, dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) mulai mengampanyekan pendekatan dialog untuk membasmi paham terorisme. Sebab, dialog yang humanis dinilai ampuh menjadi antitesis utama dari paham terorisme.
Kepala BNPT Ansyaad Mbay mengatakan, usaha mengedepankan dialog sebagai alat membasmi teroris dilakukan dengan mendatangkan ulama dari sejumlah negara. Terkait hal itu, pihaknya pun mengundang tiga ulama Timur Tengah ke Nusakambangan.
Di lapas yang berada di tengah pulau tersebut, ketiga ulama Timur Tengah akan berhadapan langsung dengan Baasyir dan 40 napi teroris lain. “Kami berharap para ulama ini bisa meluruskan pemahaman radikal,” ujar Ansyad dalam keterangannya, kemarin.
Ketiga ulama yang datang ke Nusakambangan pun bukan sembarangan. Mereka, yakni Syekh Hisyam al-Najjar, Syekh Najib Ibrahim, dan Syekh Ali Hasan al-Khalaby. Ketiga ulama tersebut merupakan sosok yang disegani langsung oleh napi. Pemikiran mereka sering dijadikan dasar oleh pelaku teror di Indonesia untuk menjalankan aksinya.
Dan ternyata, ketiga ulama ini merasa para teroris di Indonesia telah keliru menginterpertasikan ajaran Islam. Alhasil, ketiga ulama itu pun siap datang ke Nusakambangan dengan pesan bahwa Islam cinta damai.
Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris mengatakan, pendekatan dialog yang humanis merupakan cara ampuh untuk melunturkan pemahaman tentang terorisme. Ia sadar bahwa operasi keamanan, peluru petugas, atau penjara belum cukup untuk membuat mereka jera.
Sebaliknya, pemahaman kemanusiaan dan keyakinan dinilai sebagai pemberantas tindak terorisme yang sebenarnya. “Karena itu, kami mengundang ketiga ulama ini,” ujarnya.
Irfan menambahkan, selain pendekatan kemanusiaan, BNPT juga mengedepankan pendekatan psikologi dan ekonomi bagi pelaku teror. Dengan ketiga pendekatan itu ia optimistis paham tentang terorisme bisa memudar di hati para napi. “Selain napi fokus dari program deradikalisasi ini juga menyasar ke keluarga, pengikut, jaringan, dan korban yang jadi bagian dari pelaku terorisme,” ujar Irfan.
Alhasil, misi ketiga ulama pun dimulai pada Ahad (8/12). Ketiga ulama ini telah tiba di Cilacap dan segera meluncur ke Lapas Pasir Putih Nusakambangan untuk bertatapan dengan para napi. Para ulama tersebut datang dengan membawa pesan bahwa Islam itu damai, antiterorisme yang sesungguhnya