JAKARTA, MENITS.COM – Maarif Institute mengungkapkan gerakan radikalisme kini telah merasuki lingkungan pelajar. Akibatnya, banyak siswa yang pemahaman keislamannya menjadi monolitik dan gemar menyalahkan pihak lain. Radikalisme ini salah satunya disebabkan oleh pihak sekolah yang terlalu terbuka.
“Sekolah menjadi ruang terbuka bagi diseminasi paham apa saja, termasuk paham keagamaan yang radikal. Karena pihak sekolah terlalu terbuka,” ujar Ahmad Fuad Fanani, Direktur Riset MAARIF Institute, yang juga Pemimpin Redaksi Jurnal MAARIF ini dalam peluncuran Jurnal MAARIF, di Jakarta, Rabu (3/7/2013)
Salah satu indikasinya, menurut Fuad, terlihat pada pelaku-pelaku radikal dalam tragedi bom Marriot 2009, Bom Klaten, dan Bom Solo 2012. Kejadian itu menjadi bukti bagaimana radikalisme yang telah mewujud dalam tindakan terorisme terjadi di kalangan generasi muda, beberapa di antaranya masih aktif sebagai siswa di sekolah tertentu.
Menyikapi fenomena tersebut, alumnus Flinders Universiry ini mengajak kepada semua pihak untuk memperhatikan secara serius proses radikalisasi kaum muda di berbagai lembaga pendidikan, baik di tingkat dasar, menengah, maupun perguruan tinggi.
“Bahkan, radikalisasi kaum muda sering ada di proses pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah,” imbuhnya.
Untuk memahami lebih lanjut bagaimana proses radikalisasi dan apa solusinya, pihaknya mengaku telah membahas hal itu di jurnal MAARIF yang kini diluncurkan. Ia menuturkan, edisi MAARIF kali ini tidak berhenti pada diskursus permasalahan saja, tapi juga berusaha mencari alternatif.
“Ada beberapa program-program yang dilakukan berbagai pihak untuk membendung gerakan radikalisme keagamaan”, pungkasnya. (Dear)
sumber: maarifinstitute