Republika – Gerimis membasahi perairan Cilacap saat kapal feri milik Kementerian Hukum dan HAM berlabuh di dermaga. Dari muka dermaga, terpampang kata yang tak asing di telinga masyarakat Indonesia, yaitu Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan.
Lapas ini terbentang di pulau berluas sama dengan daratan Jakarta Selatan. Pelaku kriminal paling kakap di Indonesia adalah mayoritas penghuni pulau penjara berpenduduk sekitar 3.000 jiwa itu. Di antara mereka, terdapat 41 narapidana (napi) terorisme paling berbahaya di negeri ini.
Dari atas kapal feri, rombongan pengunjung memasuki pulau penjara yang terasa hening itu. Di antara rombongan yang datang terdapat tiga orang ulama asal Timur Tengah, yakni Syekh Ali Hasan al-Khalaby, Syekh Najib Ibrahim, dan Syekh Hisyam al-Najjar.
Republika ikut dalam rombongan yang memasuki pulau Nusakambangan pada Senin (9/12) itu. Lapas pertama yang dikunjungi adalah Lapas Kembang Kuning.
Di sana, salah satu ulama Syekh Ali Hasan al-Khalaby berpisah dari rombongan untuk menemui sekitar 13 orang teroris. “Saya ingin meyakinkan bahwa Islam adalah agama yang penuh damai,” ujar al-Khalaby kepada para napi.
Kedatangan al-Khalaby untuk berdialog langsung mendapat penolakan dari ‘pentolan’ napi terorisme di Lapas Kembang Kuning, Oman Abdurrahman alias Abu Oman. Namun, ada kelompok napi lain yang menerima ide yang disampaikan al-Khalaby.
Saat al-khalaby masih menggelar dialog, rombongan ulama yang lain berlabuh di Lapas Permisan. Adalah ulama asal Mesir, Syekh Najib Ibrahim, yang datang untuk berdialog dengan sekitar 11 napi terorisme di lapas itu.
Dialog yang dihadiri dalang terorisme di Poso, yakni Syaiful Anam alias Brekele dan kelompoknya itu berlangsung dalam tensi tinggi. Suasana tak jenak bermula ketika Syekh Najib meminta para napi meninggalkan jalan kekerasan.
Mendengar nasihat dari ulama, seorang napi teroris mendadak naik emosinya. Meja di ruang lapas pun mereka geberak, sambil berujar, “Anda bodoh!” Selepas memaki, sejumlah napi pun kompak meninggalkan ruang pertemuan.
Misi utama kedatangan ulama berlangsung di Lapas Pasir Putih. Sebab, di sanalah puluhan napi teroris menghabiskan harinya, salah satunya adalah Abu Bakar Baasyir.
Di Lapas Pasir Putih, ulama asal Mesir lainnya, yakni Syekh Hisyam Al-Najjar, datang untuk berdialog langsung dengan Baasyir cs. “Anda keliru bila berpikir aksi Anda adalah balasan terhadap kekerasan negara Barat di Irak, Israel, dan Afghanistan,” Hisyam berujar kepada Baasyir.
Hisyam pun menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang damai. Bila aksi terorisme dilakukan di Indonesia, maka justru akan membuat sengsara umat Islam sendiri.
“Jika Anda marah dan ingin berjihad, berjihadlah di Palestina, Afghanistan, atau Irak,” ujar Hisyam. Baasyir langsung menyahut. “Ayo, boleh. Mari kita berjanji bersama untuk bertemu di Palestina.”
Terungkap dalam dialog, sejumlah teroris mulai terbuka pemikirannya. Di sisi lain, masih banyak pula napi yang masih memendam hasrat untuk melakukan teror. “Ini adalah tugas kita semua untuk memberikan penyadaran pada mereka,” ujar Direktur Deradikalisme Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris yang turut serta dalam rombongan.
Senja mulai menyingsing di Nusakambangan. Gerimis perlahan reda. Misi tiga ulama di Nusakambangan berakhir untuk hari pertama.