Sragen – Napi terorisme harus disebar di berbagai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) agar pengaruh kelompoknya tidak makin menguat. Itu penting untuk memudahkan proses deradikalisasi (pembinaan) bagi narapidana itu sendiri.
“Dari 204 narapidana kasus terorisme disebar di 47 setelah sebelumnya hanya di 26 Lapas. Kalau disebar seperti itu akan lebih bagus dalam membinanya. Sekarang 1 Lapas ada sekitar 2 orang atau paling banyak 3 napi terorisme,” ujar Yeni Setia Wati, Kasi Evaluasi dan Pelaporan pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS).
Dengan jumlah itu di tiap Lapas, menurutnya sudah cukup bagus untuk dilakukan pembinaan oleh petugas Lapas. Dulu pernah dalam 1 Lapas ada 7 napi terorisme.
“Tentunya itu sangat berisiko dimana mereka dapat semakin memperkuat kelompoknya. Saya berikan contoh seperti di Lapas Sragen ada 2 orang, tentunya akan mudah untuk memantau dan membinanya,” ucapnya
Pihak Dirjen PAS, lanjut Yeni berharap bahwa apa yang telah dilakukan BNPT dalam melakukan pembinaan pada tahun 2015 lalu dianggap penting untuk mengetahui kadar radikalisasi narapidana itu sendiri lalu
“Karena ini berkaitan dengan penempatan terhadap narapidana itu sendiri sehingga tahu napi si A, si B atau si C ini masuk kategori ideolog atau militan atau sekadar pengikut,” ungkapnya.
Selain itu, kata Yeni, dengan tersebarnya napi terorisme di berbagai Lapas, tentunya akan menambah pengetahuan petugas Lapas dalam menangani mereka. Itu karena psikolog di Lapas sangat sedikit. Untuk itu perlu pelatihan bagi petugas Lapas untuk memahami tentang hal tersebut. BNPT sebenarnya sudah pernah mengadakan kegiatan tersebut. Tapi itu bagi petugas di 26 Lapas saja, sedangkan sisanya 21 Lapas belum.
Seperti diketahui bahwa saat ini terpidana kasus tindak pidana terorisme telah disebar di berbaga Lapas yang ada di Indonesia. Hal tersebut tentunya akan mempermudah dalam pengawasan bagi petugas Lapas dan mencegah agar terpidana kasus terorisme tidak kuat lagi jaringannya jika mereka dikumpulkan dalam satu Lapas dalam jumlah banyak.