Palu – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), M. Imdadun Rahmat, S.Ag, M.Si, mengapresiasi, situasi dan kondisi yang semakin kondusif di Poso, Sulawesi Tengah dengan adanya aparat dari TNI-Polri yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala dalam memburu jaringan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso. Santoso sendiri telah tewas dalam penyergapan oleh Satgas Operasi Tinombala beberapa waktu lalu.
Selain agar para Daftar Pencarian Orang (DPO) yang terlibat dalam jaringan kelompok tersebut mau menyerahkan diri, Komnas HAM menurut Imdadun Rahmat, juga turut melakukan pemantauan dan pendampingan.
“Ini kita lakukan, agar penegakan hukum yang dilakukan rekan-rekan dari TNI/Polri, sesuai koridor hak asasi manusia,” ujar Imdadun dalam acara Arahan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Ketua Komnas HAM tentang Hak Asasi Manusia (HAM) kepada personil yang terlibat di Satuan Tugas (Satgas) Tinombala 2016 di Swiss Bell Hotel, Palu, Rabu (31/8/2016).
Menurutnya, Komnas HAM juga akan mendorong pemerintah daerah untuk berinisiatif menindaklanjuti keinginan-keinginan sejumlah warga yang dapat terkontaminasi paham radikalisme, yang berkaitan dengan kerugian yang diderita pasca konflik komunal beberapa tahun silam.
“Kami (Komnas HAM) juga berkomitmen untuk mendorong pendekatan restorative justice. Namun, Komnas tetap mendukung, bahwa segala bentuk tindakan terorisme juga sama dengan pelanggara hak asasi manusia,” ujar pria yang juga alumni Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Al Aqidah Jakarta dan Master dari Jurusan Politik dan Hubungan Internasional Timur Tengah, Fisipol Universitas Indonesia ini.
Menurutnya, kejahatan terorisme merupakan kejahatan yang sangat serius karena juga menghilangkan hak hidup orang dan menyebarkan ketakutan serta penyiksaan, penyebaran idiologi Terorisme yakni Hate Speech.
“Saya sendiri setuju siapapun termasuk seluruh aparat tidak berkeinginan melanggar HAM, karenanya lembaga Komnas HAM dibentuk punya kewajiban melindungi rakyatnya dan Komnas HAM dibentuk untuk mengawasi. Komnas HAM merupakan penyeimbang dan mengawasi pelanggaran dari yang kuat kepada yang lemah,” ujar pria kelahiran Rembang, 6 September 1971 ini.
Pria yang juga pernah menjadi Wakil Sekjen PBNU ini mengatakan bahwa, komunikasi antara Komnas HAM dengan TNI Polri sendiri saat ini juga sudah baik. “Oleh karena itu mari kita komunikasikan dengan baik apabila ada permasalahan dilapangan yang penting semua sudah sesuai dengan Protap yang benar Komnas HAM tidak perlu turun,” ujarnya menakhiri.
Sementara itu, Kapolda Sulteng, Brigjen Pol Rudy Sufahriadi yang juga bertindak sebagai Kepala Penanggung Jawab Komando Operasi (PJKO) Satgas Operasi Tinombala ini menegaskan bahwa, pihaknya sangat berkeinginan ke 15 DPO yang masih bertahan di hutan, sebelum operasi ini berakhir dapat menyerahkan diri. Dirinya, mengaku, sudah tidak ingin lagi ada darah yang tertumpah di Kabupaten Poso.
“Untuk itu lebih baik mereka mau untuk menyerahkan diri dan kami akan memperlakukan secara baik-baik,” ujar pria yang sebelum menjadi Kapolda Sulteng, menjabat sebagai Direktur Pembinaan Kemampuan pada Kedeputian II BNPT ini menjelaskan.
Selain dihadiri, Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) yang juga bertindak sebagai Kepala Penanggung Jawab Komando Operasi (PJKO) Satgas Operasi Tinombala, Brigjen Pol Rudi Sufahriadi dan Waka PJKO Satgas Ops Tinombala Kol Inf M Sholeh Mustafa, acara pengarahan tersebut juga dihadiri perwakilan Satgas Operasi Tinombala yang terdiri dari Komandan Sektor, Komandan Satgas Tempur (Dansatgaspur), Wadansektor serta prajurit dari Korem 132/TDL termasuk personel dari unsur Polri dari Brimob dan Polda Sulteng.
Sementara dari BNPT sendiri turut hadir Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi, Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir dan Deputi II bidang Pembinaan Kemampuan, Penindakan dan Penegakan Hukum, Irjen Pol. Arief Darmawan. Sementara dari pemerintah daerah setempat dihadiri Gubernur Sulawesi Tengah, H Longki Djanggola.