Agus Surya Bhakti, Deputi Bidang Pencegahan BNPT

Tren Terorisme Sudah Berubah

Agus Surya Bhakti, Deputi Bidang Pencegahan BNPTAksi radikalisme dan terorisme yang kerap terjadi di Indonesia memaksa Mayjen Agus Surya Bhakti berpikir keras. Sebagai Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), ia harus berupaya seoptimal mungkin mencegah pengembangan jaringan terorisme. Pencegahan dilakukan, antara lain, dengan memberdayakan segenap komponen masyarakat agar ikut serta dalam upaya penanggulangan terorisme.

Bagaimana sejarah tumbuhnya terorisme di Indonesia?

Perwira tinggi Angkatan Darat berbintang dua kelahiran Stabat, Sumatra Utara, 17 Agustus 1961, ini memaparkannya kepada wartawan Republika Ahmad Islamy Jamil dalam sebuah wawacara. Berikut petikannya.

 

 Apa sebenarnya definisi terorisme?

Kalau kita kaji lagi secara seksama, sebenarnya ada 200 lebih teori tentang terorisme. Tetapi, jika kita mengacu kepada Undang-Undang No 15 Tahun 2003, terorisme dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh satu atau sekelompok orang yang ingin mencapai tujuannya dengan cara-cara kekerasan. Aksi tersebut me nimbulkan kerusakan dan kehancuran yang luar biasa serta korban yang bersifat massal. Bentuk aksinya bisa bermacam-macam. Misalnya, merampas harta benda orang lain, merusak objek-objek vital strategis, meng hancurkan fasilitas publik, bahkan menghilangkan nyawa orang lain. Aksi ini biasanya dila tarbelakangi oleh ideologi tertentu.

 Apa saja batasan sebuah tindakan dapat disebut sebagai aksi terorisme?

Kalau kita lihat di negara-negara lain, tindakan separatisme juga masuk dalam kategori terorisme. Di negara kita tidak. Di Indonesia, tindakan separatisme didefinisikan sebagai ancaman pertahanan negara. Karenanya, ini menjadi do main unsur pertahanan, seperti TNI, walaupun aksi yang dilancarkan para separatis juga bersifat terror dan meresahkan masyarakat.

 Bagaimana dengan geng motor?

Lain lagi halnya dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang seperti geng bermotor. Meskipun aksi mereka juga menyebabkan kerusakan fasilitas umum, tidak ada unsur ideologis di sini. Karenanya, ini masuk dalam kategori gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang penindakannya menjadi wewenang kepolisian. Dengan begitu, bisa disimpulkan, suatu tindakan ke kerasan dapat disebut terorisme sepanjang dilatarbelakangi oleh pemahaman yang radikal terhadap ideologi-ideologi tertentu.

 Bagaimana posisi BNPT dalam menangani masalah terorisme?

Sesuai Peraturan Presiden No 46 Tahun 2010, BNPT mempunyai tu gas sebagai koordinator pe nang gulangan terorisme di Indonesia. Tugas tersebut dibagi menjadi tiga bidang, yaitu pencegahan, penindakan, dan kerja sama internasional. BNPT merumuskan kebijakan, strategi, dan program nasional di tiga bidang ini. Khusus masalah pencegahan, BNPT berusaha memberdayakan segenap komponen masyarakat agar ikut serta dalam upaya penanggulangan terorisme.

 Ada masyarakat yang mengeluh, BNPT cenderung memusuhi salah satu kelompok agama dalam men jalankan tugasnya. Tanggapan Anda? Ini tidak benar. Kami tak pernah memusuhi agama manapun. Perlu dicatat, yang kami perangi cara-cara kekerasan yang digunakan oknum-oknum yang mengatasnamakan agama dalam mencapai tujuannya.

 Kita semua tahu, di Indonesia ini yang menjadi dasar negara adalah Pancasila. Karena itu, sebagai warga negara, kita harus mengedepankan kebersamaan dan kedamaian. Yang hidup di negara ini kantidak hanya penganut satu agama, tapi beragam agama. Nah, sudah semestinya kita menghormati pluralitas itu. Tidak boleh ada paksaan dalam menjalankan agama. Di era demokrasi ini, siapa pun yang punya prinsip dan gagasan, silakan saja menjalankan prinsipnya tersebut asal tidak merusak. Itu saja.

 Dalam beberapa kali penindakan yang dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, terduga pelakunya dari satu agama. Apakah ini sebuah kebetulan?

Kalau kita kaji lagi lebih jauh, potensi terorisme itu tidak hanya ada di kalangan penganut agama Islam. Apalagi, kalau kita melihat sejarah terorisme di negara-negara lain, itu malah tidak melulu dila – kukan oleh kaum Muslim. Tapi, khusus di Indonesia para pelaku me – mang kebanyakan mengangkat mo tivasi jihad untuk menegakkan syariat Islam.

Sayangnya, mereka melakukannya dengan jalan kekerasan. Saya ini Muslim, tapi saya tidak sependapat bila menegakkan syariat agama Islam dengan cara-cara yang destruktif.

Apakah itu berarti terdapat penyimpangan makna jihad dalam berbagai aksi terorisme di Indonesia?

Betul. Konsep jihad dan terorisme disamakan. Di sinilah letak kedangkalan dan keterbatasan pemahaman para pelaku, sehingga berakhir pada sikap merasa diri yang paling benar. Padahal, dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 3 Tahun 2004 telah ditegaskan bahwa jihad dalam arti umum itu hukumnya wajib, sedangkan terorisme haram. Dari situ kita tahu, konsep jihad dalam fatwa MUI tersebut tidak dimaknai sebagai holy war. Mengapa? Karena saat ini Indonesia berada dalam situasi yang tenang. Berbeda halnya bila negeri ini memang dalam keadaan perang.

Jadi, adamissunderstandingdi antara para pelaku teror itu yang kemudian mereka kemas dalam bahasa agama.Mereka ingin meng – ubah dasar negara ini menjadi negara Islam menurut interpretasi mereka, padahal agama sendiri tidak memerintahkan hal tersebut.

Dilihat dari kacamata BNPT, ba gaimana awal mula per – tumbuhan terorisme di Indonesia? Jika kita telusuri dari sejarah bangsa ini, kelompok radikal berbasis keagamaan sebenarnya sudah dimulai sejak zaman DI/TII dulu.

Pada saat itu, gerakan ini berhasil ditumpas lewat operasi militer. Tapi, di bawah permukaan,sisa-sisa kelompok tersebut tetap melakukan kegiatan clandestine.

Pada masa Orde Baru mereka mendapat tekanan yang sangat keras, sehingga banyak di antara anggota kelompok ini yang lari ke Malaysia.

Di sana, mereka bebas beraktivitas. Pada saat yang sama, terjadi konflik di Afghanistan. Banyak mujahid dari negara kita yang berangkat ke sana. Nah, di sana para mujahid itu ternyata bersentuhan dengan kelompok teroris internasional. Di antaranya, Jemaah Islamiyah (JI).

 Sebelum terjadinya konflik di Afghanistan, di Indonesia belum ada yang namanya kasus-kasus bom. Tapi, setelah perang di Afghanistan selesai dan mereka menang, para mujahid tersebut kembali ke Tanah Air yang ketika itu sudah masuk era Reformasi. Dari sinilah mulai terjadi berbagai peristiwa pengeboman. Diawali dengan Bom Bali I pada 2002 yang dimotori oleh JI. Selanjutnya, aksi ini disusul dengan Bom Bali II, Bom Kuningan, Bom Solo, dan lain-lain.

 Jadi, Anda mengatakan JI dalang dari semua kegiatan teror di Indonesia? Awalnya memang begitu. Hanya, belakangan organisasi yang ber peran dalam berbagai kegiatan teror di negeri ini terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil. Ini di karenakan pimpinan mereka, Abu Bakar Ba’asyir, tidak lagi bisa mejalankan tugas seperti biasanya karena telah ditangkap aparat kepolisian. Tapi, faktanya kelompok-kelompok kecil ini tetap merupakan bagian dari organisasi besar tadi.

 Hubungan mereka tak terpisahkan. Jadi, tren perkembangan terorisme di Indonesia saat ini sudah berubah. Generasi pertamanya dulu DI/TII, kemudian generasi keduanya para anggota JI mantan pejuang Afghanistan, sedangkan generasi ketiganya adalah kelompok atau sel-sel kecil tersebut. Untuk itu, kita sangat mengap resiasi upaya-upaya kepolisian dalam menindak berbagai aksi terorisme. Kita bisa melihat, jaringan mana yang tidak terungkap oleh polisi. Setiap ada kejadian bom, semua selalu terungkap. Ini juga mendapat apresiasi dari dunia internasional.

Jika mengikuti pemberitaan selama ini, aksi terorisme di Indonesia selalu identik dengan bom. Apakah ini sebuah ke be – tulan? Alat ini kerap digunakan karena daya hancur yang dihasilkannya cukup besar. Perkembangan sejauh ini, teror yang dilakukan tak lagi berupa bom-bom besar seperti dulu, tetapi beralih kepada bom buku dan bom pipa. Bahkan, kini para teroris juga mulai menggunakan racun dalam melancarkan aksinya. Karena itu, strategi dari BNPT sekarang ini adalah bagaimana supaya kita bisa melakukan upaya pencegahan terorisme secara semesta.

Pencegahan semesta itu seperti apa? Maksudnya, kami ingin mengerahkan semua kemampuan negara dan masyarakat dalam kegiatan ini. Kita tidak bisa lagi meletakkan tanggung jawab ini kepada pemerintah atau beberapa lembaga saja. Ini dikarenakan dinamika perkembangan terorisme di negeri ini sudah begitu menyebar dan meluas. Mereka hampir ada di semua provinsi. Ada yang memiliki jaringan, ada yang bergerak sendiri-sendiri, bahkan ada pula yang cuma simpatisannya saja.

 Sebagian di antara mereka ada yang tinggal dikos, sekolah-sekolah, universitas, juga pesantren. Bukan berarti saya mengatakan pesantren menjadi sarang teroris? Tapi, mereka ternyata memang ada di situ. Kami punya data dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya.

Apakah itu menunjukkan upaya deradikalisasi selama ini gagal? Ini memang tidak mudah karena yang mendasari tindakan terorisme adalahideologi. Tapi, perlu diketahui hal ini sebenarnya bisa dicegah dengan kepedulian sosial. Jangan bersikap apatis terhadap lingkungan sekitar. Tetangga- tetangga harus saling mengenal.

Semua tindak-tanduk seseorang di masyarakat kanberangkat dari ru mah. Nah, ketika masyarakat memiliki kesadaran untuk hidup dalam kedamaian, insya Allah, tindakan teror dapat dicegah. Jadi, jangan sampai masukan-masukan tentang kekerasan lebih banyak menyebar di masyarakat dibandingkan suara-suara kedamaian.

Sejauh ini, bagaimana upaya BNPT dalam proses deradi kalisasi? Sampai sekarang, BNPT terus berusaha melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh agama, adat, masyarakat, ormas, mahasiswa, dan akademisi. Para guru dan santri di pesantren-pesantren juga kita berikan pembekalan dan pemahaman.

Kami mendatangi provinsi-prinvinsi di Indonesia untuk menggelar forum koordinasi pencegahan terorisme. Di situ, kita buat kese pakatan terkait deradikalisasi dan berbagai upaya preventif lainnya. Ada 20 provinsi yang sudah kami sambangi. Kalau ini bisa terealisasi di seluruh provinsi yang ada, dampaknya saya kira akan luar biasa. Dengan begitu, kita berharap terorisme bisa diminimalisasi.

Dalam menjalankan operasinya, ada yang masih berstatus ter duga teroris, tapi sudah ditembak di tempat oleh Densus 88. Apakah inisah secara hukum?

Sesuai namanya, detasemen ini kanbersifat khusus. Tentu ada prosedur tertentu yang diterapkan saat mereka bertugas. Nah, ketika ada anggota yang menyalahi prosedur tersebut, pasti yang ber sang kutan akandijatuhi sanksi. Ada yang menilai Densus 88 harus dibubarkan karena tidak profesional.

 Bagaimana tanggapan Anda? Mengapa harus dibubarkan?

Den sus ini kandidirikan karena terorisme itu ada. Bukan sebaliknya. Mereka dibentuk karena perintah undang-undang, terutama setelah adanya peristiwa Bom Bali I yang menewaskan 200 orang lebih. Memang, dalam tahap opera sionalnya ada kekurangan. Tapi, bukan berarti ini lantas menjadi alasan detasemen antiteror harus dibubarkan. Sebaiknya, masyarakat mem berikan masukan agar kita bisa mengevaluasi kinerja mereka. Kita ini punya banyak instrumen pengawas kepolisian. Sebut saja Kom polnas, IPW, media, dan lain sebagainya.

Kalau Densus 88 dibubarkan, siapa lagi yang akan menindak te – roris? Justru, itu menjadi angin segar bagi kelompok teroris.

Biodata Nama:

  • Nama    :Mayor Jenderal TNI Agus Surya Bakti
  • Tempat dan tanggal lahir:Stabat, Sumatra Utara, 17 Agustus 1961
  • Pendidikan: Akabri, 1984 Lemhannas, 2001
  • Jabatan terakhir: Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT
  • Jabatan sebelumnya: Danton Kopassandha, Dangrup-3 Kopassus, Asintel Kodam Iskandar Muda, Dan Pusdik Intel Kodiklat TNI AD, Bais TNI, Danrem-152/Babullah, Wakil Asisten Teritorial Kasa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *