Karanganyar – Moderasi beragama dinilai sebagai langkah yang tepat
untuk membangun kerukunan di Indonesia. Pasalnya, moderasi beragama
adalah cara beragama yang sesuai dengan Pancasila yaitu tidak ekstrem
kanan atau kiri, toleran, menerima perbedaan dan kesetaraan.
“Moderat tidak ekstrem, tidak menjadikan orang lain sebagai sesuatu
yang salah. Intinya seorang muslim harus berprinsip bahwa ajaran agama
yang dianut paling benar, tapi ia tidak menyalahkan orang lain,” ujar
Prof. Dr. Zuly Qodir, M.Ag, Guru Besar Bidang Ilmu Sosiologi UMY, saat
menjadi narasumber Dialog Kebangsaan Dalam Rangka Persaudaraan Lintas
Agama di Indonesia” di Pendopo Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah,
Rabu (11/12/2024).
Ia melanjutkan bahwa orang lain seperti umat Katolik atau Kristen juga
pasti sulit mengatakan bhawa ajaran agamanya tidak paling benar. Itu
artinya iman kepada Allah aealah iman paling mutlak sehingga moderasi
berlaku ketika seseorang berhadapan dengan orang lain.
Zuly menguraikan, bahwa moderat bersikap tidak ekstrem dan menerima keberagaam
kemudian toleran, dalam konteks tidak memaksakan. Bahkan ada banyak
istilah dalam Alquran, Hadits Nabi yang diungkapkan para sahabat,
bahwa Nabi Muhammad memberi kesempatan pada orang memiliki pandangan
agama beda.
Kemudian toleran, dalam hal ini Zuly mengatakan bahwa toleran itu
dalam hal kejahatan, tapi memberi kesempatan siapapun yang menjalankan
keyakinannya dengan baik.
“Orang toleran memiliki prinsip memberi kehormatan kepada mereka yang
beda. Itu prinsip dalam Alquran,” jelasnya.
Zuly Qodir mengajak seluruh umat beragama di Indonesia untuk bersama
menjaga Indonesia. Ia yakin bisa semua umat beragama bersatu dan
bersama menjaga Indonesia dibawah dasar negara Pancasila, maka
Indonesia akan tetap abadi.
“Jangan kita seperti Sudah, Suriah, dan Libya, yang tercerah berai,
padahal mereka sama-sama orang Islam,” ungkapnya.
Ia mengaku baru kembali dari Belanda. Di sana ia banyak orang yang
ditemui mengaku kagum dengan Indonesia. Pasalnya, Indonesia sebagai
negara beragam suku, agama, dan golongan, bisa bersatu. Sementara di
negara-negara Eropa dan Timur Tengah, mereka memliki agama sama, etnik
sama, tapi pecah dan hancur.