JAKARTA – Kalangan mahasiswa mengatakan bahwa faham kekerasan sudah menjadi ancaman serius bagi Indonesia termasuk generasi muda. Yang dibutuhkan masyarakat adalah kedamaian bukan radikalisme. Tameng utama untuk menahan ancaman itu terletak di tangan anak muda itu sendiri, selain pentingnya peran keluarga dan negara.
“Saat ini radikalisme sudah jadi ancaman yang membahayakan bagi generasi muda karena massif dan ternyata banyak anak muda yang terpengaruh dan kemudian berangkat ke negara lain karena yakin dengan faham radikal itu,” kata ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Andi Aulia Rahman kepada media, Jumat (17/4/2015). Menurutnya, ancaman itu harus dicegah karena yang dibutuhkan generasi muda adalah kedamaian.
Cara ampuh untuk mencegah ancaman itu adalah dengan menfilter semua informasi yang diterima. “ Kita bisa filter informasi radikal dengan browsing di internet, bertanya ke keluarga atau dosen,” katanya. Menurutnya menangkal radikalisme tak bisa diserahkan seluruhnya kepada negara.
Menurut Andi, tameng penting kedua untuk mencegah radikalisme adalah keluarga. “Keluarga adalah tempat kita kembali, karena itu peran keluarga sangat kuat untuk menahan pengaruh radikalisme. Kita jangan terlena dengan media sosial. Kita perlu kedamaian untuk membuat semuanya lebih baik,”kata Andi. Keluarga menurutnya adalah tiang utama bagi anak muda.
Sementara itu Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Adnan Anwar menilai tidak ada alasan buat Warga Negara Indonesia (WNI) menerima pengaruh radikal dan ikut-ikutan pergi
ke Timur Tengah dan bergabung di kawasan konflik. Apalagi, mereka akan bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Ia menegaskan bahwa konflik yang terjadi di Timur Tengah yang terkait dengan ISIS, secara ideologi dan geopolitik sebenarnya tidak terkait dengan Indonesia. “Sebenarnya hal tersebut terjadi akibat konflik perebutan sumber daya alam di kawasan Timur Tengah.
Adnan menyimpulkan langkah WNI yang telah pergi ke sana, adalah pilihan yang salah.”Jadi kalau ada mobilisasi ISIS di Indonesia menurut saya sudah salah arah. Tidak ada jihad di situ, tapi yang terlibat di Suriah justru saling membunuh dan tidak ada kedamaian. Itu salah besar karena yang membunuh dan dibunuh sama-sama orang-orang
Islam,” ujar Adnan.