Mahasiswa harus punya Sense of Crisis terhadap penyebaran Paham Radikal Terorisme di Lingkugannya

Surabaya – Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) sebagai generasi penerus bangsa harus memiliki sense of crisis jika menemukan hal-hal yang menyimpang di lingkungannya, seperti penyebaran paham radikalisme dan terorisme. Jika menemukan hal tersebut di lingkungannya, mahasiswa harus berani melaporkan kepada aparat keamanan setempat.

Hal tersebut dikatakan Kasubdit Kontra Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Kolonel Cpl. Hendro Wicaksono, SH, M.Krim., saat menjadi narasumber  pada acara Pelatihan Spiritual dan Kabangsaan bagi Mahasiswa baru Institut teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tahun akademik 2024/2025. Acara yang diikuti sebanyak 1.675 mahasiwa ini digelar di Gedung Graha 10 Nopember, Surabaya, Senin (29/7/2024).

“Kami meminta kepada adik adik mahasiswa ITS ini untuk memiliki sense of crisis jika menemukan hal-hal seperti penyebaran paham radikal terorisme. Jangan takut untuk melaporkan jika menemukan hal seperti itu . Jika tidak mampu menangani, maka harus laporkan  kepada pihak kampus. Jika  kampus tidak mampu, laporkan sama aparat keamanan setempat. Kalau ada temen-temennya yang mungkin ‘sudah terjerumus’ harus kita selamatkan,” ujar Kasubdit Kontra Propaganda (KP) BNPT, Kolonel Cpl. Hendro Wicaksono.

Lebih lanjut Kasubdit KP mengatakan, teknologi informasi yang berkembang begitu pesat selama ini telah  menggerus dan mereduksi nilai-nilai kebangsaan bagi generasi muda Indonesia. Untuk itu dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat ini mahasiswa atau generasi muda bangsa harus tetap waspada dalam menerima segala informasi yang masuk sebagai upaya mempertahankan jati dirinya. Knowledge yang dimiliki mahasiswa harus pula diimbangi dengan wawasan kebangsaan dan nasionalisme.

Penting bagi mahasiswa untuk dibekali mengenai penguatan nasionalisme guna menghadapi ancaman ideologi transnasional. Apalagi perkembangan teknologi informasi saat ini, nilai-nilai kebangsaan yang ada mulai tergerus sehingga memudahkan generasi muda untuk disusupi paham-paham radikal.

 “Ini penting saya sampikan kepada adik-adik karena sekarang ini informasi teknologi digital ini masuk begitu cepatnya. Karena dunia maya sudah bisa mengubah orang dari hal-hal positif menjadi negatif. Salah satunya masalah radikalisme dan terorisme yang mana penyebaran paham-paham itu masuk melalui duni maya ini. Adik-adik mengimbanginya dengan wawasan kebangsaan dan nasionalisme,” ujarnya

Dijelaskannya, kebangsaan sendiri adalah konsep yang merujuk pada identitas, rasa memiliki, dan kesadaran kolektif yang dimiliki oleh sekelompok orang yang merasa terikat karena berbagai kesamaan seperti sejarah, budaya, bahasa, nilai-nilai, dan cita-cita bersama.

“Elemen Kebangasaan ini meliputi identitas nasional, kebersamaan dalam keberagaman, sejarah bersama, budaya dan tradisi, bahasa nasional, serta cita-cita dan tujuan bersama,” ujar alumni Akademi Militer (Akmil) tahun 1996 ini

Sedangkan nasionalisme sendiri menurutnnya adalah paham atau ideologi yang menempatkan kesetiaan dan pengabdian individu pada negara atau suatu bangsa. “Sedangkan elemen Nasionalisme ini meliputi kesadaran nasional, cinta tanah Air, loyalitas, persatuan dan kesatuan, kedaulatan serta pengabdian kepada negara

Dirinya mengatakan bahwa para mahasiswa harus memahami bahwa Negara Indonesia ini adalah negara yang sangat unik di dunia. Karena Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau, 300 kelompok etnik, 1.340 suku, lebih dari 600 bahasa daerah dan lebih dari 100 kelompok penghayat kepercayaan. Dan semua perbedaan yang ada tersebut disatukan dalam wadah Pancasila yang menjadi ideologi bangsa ini

“Ideologi negara menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang beragam suku, bahasa daerah, kelompok etnik, agama, dan kelompok penghayat kepercayaan yaitu Pancasila yang dirumuskan oleh para founding fathers kita di masa lalu. Pancasila sebagai dasar kepercayaan Bangsa Indonesia untuk menyatukan perbedaan itu semua. Dan Pancasila ini tidak ada di negara lain selain di Indonesia,” ucap mantan Kasi Penggalangan BNPT ini.

Oleh sebab itu mahasiswa harus memahami ciri-ciri penyerabaran paham radikal terorisme yang ingin mengganti ideologi bangsa Indonesia ini. Dimana  radikalisme dan terorisme ini  berawal dari sikap atau perbuatan intoleransi yang tidak mau menerima adanya perbedaan yang dimiliki bangsa ini.

“Intoleransi menjadi titik awal akan terjadinya radikalisme dan terorisme. Berawal dari intoleransi, intolerasi akan menimbulkan munculnya proses radikalisme yang akan berujung pada aksi teror yang merupakan paham dari terorisme” kata mantan Wakil Kepala Peralatan Komando Daerah Militer (Wakapaldam) XVI/Pattimura ini.

Dirinya menjelaskan, yang berkebang dewasa ini proses ataupun pola Radikalisasi ini melalui dunia maya ini biasanya diawali dengan penyebaran link grup Facebook dan Twitter. Dan komunikasi awal terjadi lewat inbox atau DM (Direct message). Mereka lalu mengajak melalui grup umum melalui platform Whatapp, Telegram dalam bentuk grup diskusi atau channel berita.

“Dari situlah nantinya secara pelan pelan grup itu mulai dibanjiri dengan konten negatif seperti konten hasutan, fitnah, adu domba, kebencian, hoax. Bahkan nantinya juga akan disispkan konten keagamaan yang ditafsirkan secara sempit dan terbatas,” ujar mantan Kasi Bina Masyarakat BNPT ini.

Untuk menetralisir dan mengimbangi apa yang dilakukan kelompok radikal terorisme melalui dunia maya tersebut , BNPT memiliki Pusat Media Damai (PMD) untuk melakukan Kontra Radikalisasi secara online dan offline. Melalui PMD ini BNPT membentuk Duta Damai Dunia Maya yang tersebar di 18 provinsi dan Duta Damai Santri yang ada di 2 provinsi yang tugasnya juga untuk melakukan counter / kontra narasi terhadap penyerbaran paham radikal terorisme dan juga berita berita / artikel yang disebarkan melalui dunia maya

“Keberadaan Duta Damai ini cukup efektif dalam menangkal penyebaran artikel/tulisan melalui dunia maya. Kami berharap kedepannya adik adik yang mempunyai keahlian di bidang blogger, IT dan Desain Komunikasi Visual bisa bergabung dalam Duta Damai Dunia Maya ini saat nanti kami menggelar regenerasi. Karena sasaran kami merekrut Duta Damai ini adalah kalangan mahasiswa yang mempunyai keahlian tiga bidang tadi,” ujanrya.

Dikatakannya, BNPT tidak hanya bermain di dunia maya saja, tetapi juga melakukan kegiatan secara offline sebagai bagian dari cipta kondisi untuk mengajak kepada generasi muda untuk tidak mudah terpapar paham radika terorisme deperti menggelar Sekolah Damai dengan melibatkan Duta Damai tersebut.

“Melalui Duta Damai ini kami membuat beberapa video pendek ataupun poster untuk kita fokuskan kepada generasi muda agar tidak mudah terpapar paham-paham tersebut. Jadi Duta Damai ini harus bisa berkreatifitas dalam membuat video ataupun poster yang dapat mempengaruhi generasi muda agar tidak mudah terpapar paham-paham tersebut yang nantinya kami upload melalui platform media sosial seperti IG, FB, YouTube dan TikTok,” katanya.   

Oleh karena itu, dirinya memerlukan aksi waspada terhadap intoleransi yang berujung pada proses radikalisme melalui berbagai media untuk mencegah terjadinya aksi terorisme yang dapat mengganggu stabilitas bangsa sebagai seorang mahasiswa ITS.

“Karena adik adik mahasiswa ini memiliki peran penting dalam membangun Indonesia ke masa depan yang cerah dengan mencegah timbulnya perilaku radikalisme dan aksi terorisme. Dengan cara, kita saling mencintai dan menghargai maka kita dapat menumbuhkan Indonesia yang damai dan masa depan yang cerah,” kata Kolonel Hendro mengakhiri paparannya.