CREATOR: gd-jpeg v1.0 (using IJG JPEG v62), quality = 82

Unila Kolaborasi dengan KPP Bentengi Para Intelektual dari Ancaman Radikalisme dan Intoleransi

Bandar Lampung – Kolaborasi strategis ini menjadi wujud konkret
keterlibatan kampus dalam merespons isu-isu global yang merambat
hingga ke tataran lokal. Universitas Lampung (Unila) dalam hal ini
menyadari perannya sebagai benteng intelektual dalam menghadapi
ancaman radikalisme dan intoleransi.

Hal ini ditandai dengan penandatanganan dokumen kerja sama
Implementation Arrangement (IA) antara Unila dan Kreasi Prasasti
Perdamaian (KPP), Kamis (24/4), yang bertempat di Aula Dekanat
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Dalam perjanjian tersebut, kedua belah pihak sepakat menggelar
berbagai kegiatan edukatif, seperti diskusi buku dan pemutaran film
bertema perdamaian, yang dirancang untuk membangun kesadaran kritis
mahasiswa terhadap bahaya ekstremisme dan konflik ideologi.

“Kerja sama ini bukan sekadar formalitas dokumen. Kami ingin hadir
dalam substansi pencegahan radikalisme melalui pendekatan kultural,
intelektual, dan empatik,” ujar Prof. Dr. Sunyono, M.Si, Wakil Rektor
Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unila.

Melalui roadshow buku “Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah” dan
pemutaran film “Road to Resilience”, kerja sama ini mengangkat
pendekatan baru dalam kontra-radikalisasi. Alih-alih menampilkan
narasi kekerasan secara hitam-putih, karya-karya tersebut membedah
akar konflik dan menyoroti sisi kemanusiaan dari para pelaku dan
korban konflik.

Direktur KPP, Dr. Noor Huda Ismail, menekankan bahwa kolaborasi dengan
akademisi sangat penting untuk membangun narasi alternatif yang lebih
inklusif dan mencerahkan.

“Konsep globalisasi mengajarkan kita bahwa radikalisme bisa lahir dari
ketidakpahaman terhadap isu global yang mengendap dalam konteks lokal.
Kampus seperti Unila memiliki peran strategis sebagai penyeimbang
narasi itu,” jelas Huda, mantan jurnalis yang kini aktif dalam program
deradikalisasi berbasis komunitas.

Kerja sama ini sejalan dengan arah kebijakan nasional dalam mendorong
pendidikan tinggi menjadi pusat literasi damai. Dengan potensi sumber
daya manusia yang dimiliki, Unila berkomitmen menjadi bagian dari
ekosistem yang mampu mendeteksi dan mencegah penyebaran ideologi
radikal sejak dini, terutama di kalangan mahasiswa.

“Unila tidak hanya mencetak lulusan, tapi juga mencetak agen perubahan
yang kritis dan cinta damai,” ujar Prof. Sunyono menutup sesi
penandatanganan.