BNPT: Poso Basis Baru Terorisme

TEMPO.CO, Yogyakarta -Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai menyatakan Poso menjadi basis baru teroris. Bukan berarti semua ada di sana. Tetapi sel-sel terorisme semua mengarah ke Poso yang akan dijadikan basis khilafah.

“Poso itu menjadi basis baru teroris. Di Indonesia mereka disebut Qoidah Aminah,” kata Ansyaad, seusai memberi materi dalam Pelatihan Pengurus Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di Novotel, Yogyakarta, Selasa malam, 11 Juni 2013.

Menurut dia, kelompok-kelompok teroris pada 2010 mencoba membentuk basis di Aceh tapi gagal, karena ditangkap di sana. Namun, banyak juga yang lolos.

“Lalu dikembangkan lagi kelompok-kelompok kecil. Yang biasa disebut halaqoh. Membentuk sel-sel. Kumpul semua di Aceh, latihan namun diobrak abrik, bubar. Setelah itu mereka kembali lagi, tetapi bukan kembali kosong,” katanya.

Menurut Ansyad, Abu Umar membentuk beberapa halaqoh lagi. Lalu mereka bersatu di Makassar dan Poso.”Pimpinannya tetap itu juga. Tapi nama tak lagi penting. Teror ya teror,” kata dia.

Ia menambahkan, kegiatan mereka antara lain pelatihan di Poso juga di Sulawesi Selatan, lalu melakukan aksi-aksi di Poso, Makassar.

“Ada bom, pembunuhan polisi,” kata dia. Masyarakat Poso yang  membela orang yang dianggap teroris, kata Ansyad, menjadi bukti bahwa Poso menjadi basis baru teroris. Para teroris sudah berhasil mempengaruhi komunitas. Masyarakat di sana tahunya kegiatan kegiatan keagamaan. Yang mengganggu kegiatan keagamaan dianggap musuh.

“Ini salah kita semua. Yang bom bunuh diri, sebetulnya korban. Siapa pemain di belakang. Itu yang harus kita atasi. Orang yang mempengaruhi bunuh diri dicekoki keagamaan dengan janji masuk surga,” kata dia.

Sementara itu, Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindunhan dan Deradikalisasi BNPT Mayor Jenderal TNI Agus Surya Bakti menyatakan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme dibentuk untuk mensinergikan upaya pencegahan terorisme di daerah dengan melibatkan semua unsur masyarakat dan pemerintah. Yaitu berbasiskan penerapan nilai kearifan lokal.

“Pelatihan untuk meningkatkan kapasitas pengurus sehingga memiliki pemahaman komprehensif tentang pencegahan terorisme,” kata dia.

Pelatihan itu dilakukan mulai 11 Juni hingga 14 Juni 2001. Diikuti oleh 80 orang daru 10 provinsi. Yaitu antara lain Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selaran l, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Nusa Tenggara Barat.
sumber: yahoo news

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *