Majene — Berdasarkan sensus terakhir, lebih dari separuh penduduk
Indonesia adalah generasi muda. Dengan kondisi seperti itu, anak muda
khususnya generasi Z dan millenial punya posisi penting dan strategis
dalam menangkal tumbuh dan berkembangnya radikalisme di tengah
masyarakat.
Peran generasi muda menangkal faham radikalisme menjadi pembahasan
dalam dialog kepemudaan bertema “Peran Gen-Z dan Millenial Mencegah
Faham Radikalisme” yang digelar di aula kampus Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan (STIKes) Bina Bangsa Majene, Jumat (29/11/2024).
Ratusan peserta mengikuti acara tersebut yang berasal dari sejumlah
institusi, antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIKes BBM
Majene, serta para mahasiswa FISIP Hukum Unsulbar.
Para narasumber yang hadir membahas ciri faham radikalisme yang
berbahaya serta cara menangkalnya antara lain, Muhammad dari pesantren
Darul Ulum Al-Asyariyyah Majene, Ihsan Zainuddin dari Pondok Pesantren
Modern Al-Ikhlash Lampoko, Polewali Mandar serta Muhammad Rifaiyang
merupakan dosen dari Universitas Muhammadiyah Mamuju.
Dalam dialog yang dimoderatori dosen Ilmu Politik Unsulbar,
Farhanuddin, terungkap data bahwa sesuai sensus Penduduk 2020 yang
dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada
2020 mencapai 270,2 juta orang.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 71,5 juta jiwa di antaranya merupakan generasi Z.
Generasi Z; lahir tahun 1997-2012 mencapai 26,4 persen dari total
populasi nasional.
Generasi Milenial (lahir 1981-1996) mencapai 25,87 persen
Sehingga jika digabungkan, proporsi mereka yang berada di generasi
muda (gen Z dan milenial) ini mencapai separuh lebih penduduk atau
52,2 persen dari populasi Indonesia.
Komposisi penduduk yang dominan anak muda itu dinilai merupakan
kondisi bahwa anak muda akan ikut menjadi penentu situasi negara, baik
di masa sekarang dan masa mendatang.
Dalam pemaparannya, Muhammad Rifai menjelaskan aliran yang bisa
merongrong kedaulatan negara dan memecah belah umat biasanya memiliki
sejumlah ciri meliputi aspek ideologi, tindakan, serta dampaknya
terhadap masyarakat.
“Faham radikal berbahaya itu bisa kita identifikasi, kita kenali
dengan ciri antara lain punya keingingan menggantikan ideologi
Pancasila dan UUD 1945, faham itu juga mengajarkan kebencian, anti
terhadap keberagaman,” kata Rifai yang juga ketua Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Mamuju.
Menurutnya, dalam sejarah tercatat bahwa terdapat organisasi atau
faham yang sudah dilarang karena dianggap bertentangan dengan ideologi
negara, Pancasila, UUD 1945, atau dapat merusak persatuan dan
integritas bangsa.
Narasumber lainnya, Muhammad yang juga wakil dekan FISIP Hukum
Unsulbar memaparkan faham radikal berbahaya tersebut punya pemahaman,
mengklaim sebagai pemilik kebenaran Mutlak.
Menurut Muhammad yang juga pengurus PC-NU Majene, generasi muda
penting untuk memperbanyak literasi, banyak membaca sehingga lebih
lengkap, lebih komprehensif dalam memberikan penilaian. Ia mengatakan,
perbedaan pada manusia adalah sebuah keniscayaan, sehingga yang
dibutuhkan adalah toleransi.
“Dulu waktu saya prajabatan misalnya, lebih dua bulan di daerah
minoritas muslim, yang menarik , yang mengantar kami dengan mobilnya
ke masjid itu adalah saudara dari nasrani, persaudaraan yang luar
biasa, ” kata Muhammad mengisahkan pengalamannya.
Uztads Muhammad Ihsan Zainuddin juga menceritakan kisah indahnya
kehidupan harmoni dalam perbedaaan saat Ia menempuh kuliah di
Universitas Al – Azhar, Mesir.
Ihsan berpesan agar para generasi Z dan Millenial memperbanyak
membaca, memperbanyak diskusi dialog, sehingga bila menemukan sesuatu
yang berbeda tidak langsung memberi cap salah atau menyimpang.
“Dengan banyak membaca pemamahaman akan lebih lengkap, tidak mudah
menyalahkan orang lain yang berbeda pendapat. Sebagai manusia kita ini
semua bersudara,” kata Ihsan,
Acara juga diisi dengan dialog antara peserta, para mahasiswa dengan
para narasumber. Diskusi berlangsung menarik, para narasumber merespon
pertanyaan para peserta, selain dengan teori juga langsung memberikan
contoh bagaimana membangun sikap toleran.