Bandar Lampung – Konsep keagamaan di Indonesia menekankan pentingnya
toleransi dan saling menghormati antarumat beragama. Indonesia diakui
sebagai negara yang menjunjung tinggi pluralisme agama (Islam,
Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghucu) serta berbagai kepercayaan
lokal, masyarakat Indonesia telah lama hidup dalam harmoni. Agama
Islam sendiri mengajarkan cinta damai, toleransi, dan menjunjung
tinggi kemanusiaan
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MUI Provinsi Lampung KH Suryani M
Nur saat menjadi narasumber pada acara Penguatan Kapasitas dan
Kompetensi Personel TNI, Polri, dan Instansi dalam Mendukung
Penanggulangan Terorisme di Provinsi Lampung. Kegiatan tersebut
diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di
Swiss Belhotel, Bandar Lampung, Kamis (24/10/2024) dikutip dari NU
Online.
“Namun tantangan radikalisme dan terorisme terus mengancam stabilitas
sosial dan menjadi ancaman serius khususnya di Indonesia,” ujarnya.
Ia melanjutkan juga menekankan pentingnya peran ulama dan pemuka agama
dalam menyebarkan ajaran Islam yang damai dan toleran.
“Pemahaman keagamaan yang benar adalah kunci utama dalam menangkal
radikalisme. Islam mengajarkan cinta damai, toleransi, dan menjunjung
tinggi kemanusiaan,” ungkapnya.
Menurut Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Tulang Bawang, Bandar Lampung itu, ulama memiliki tanggung jawab untuk
meluruskan kesalahpahaman tentang jihad yang kerap disalahgunakan oleh
kelompok radikal
“Konsep keagamaan yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, kasih
sayang, dan persatuan dapat menjadi benteng dalam menangkal radikal
terorisme,” katanya.
Ia menjelaskan juga melalui pendidikan yang moderat, peran aktif
ulama, dialog antar agama, dan pemanfaatan media, masyarakat dapat
dibekalj dengan pemahaman yang benar tentang agama.
Sementara itu, Mitra Deradikalisasi BNPT, Martin Sudarmawan berbagi
pengalaman pribadinya sebagai mantan anggota Jamaah Islamiyah. Ia
mengisahkan bagaimana dirinya terjebak dalam narasi radikal yang
memanipulasi ajaran agama untuk tujuan kekerasan.
“Radikalisasi sering kali terjadi karena ketidaktahuan dan
keterpengaruhan terhadap doktrin yang salah. Saya berharap cerita saya
bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat jalan kekerasan bukanlah
solusi, dan pentingnya kita mencari ilmu dari sumber yang benar,”
tuturnya.