Bukan kali pertama atau kali kedua BNPT mendapat support dari kalangan penggiat media massa. Kali ini (Selasa, 11/8/2015) bertempat di Sumatera Selatan, bersama para jurnalis dan awak media BNPT menggelar acara bertajuk “Peran Media dalam Pencegahan Terorisme”. Acara ini digelar sebagai wujud kesadaran bahwa aksi radikalisme terorisme harus dilawan secara bersama oleh semua lapisan masyarakat.
Media massa sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Itu artinya media massa memiliki peran sentral dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Media massa adalah mitra penting negara dalam banyak hal, terutama yang berkaitan dengan persoalan nasional seperti korupsi, narkoba, dan terorisme.
Sebagai mitra strategis media memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemahaman publik terkait beragam persoalan. Pemberitaan soal kasus korupsi dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat yang ditulis di media massa misalnya, membuat masyarakat menjadi muak atas perilaku korup yang dilakukan segelintir orang. Demikian pula narkoba, dengan gencarnya pemberitaan media tentang dampaknya masyarakat kini memiliki awarness yang tinggi atas bahayanya.
Demikian pula dengan isu terorisme. Media massa sesungguhnya memiliki peran penting dalam ikut serta menanggulangi pengaruh paham radikal yang berujung aksi terorisme tersebut. Media berperan menjaga keamanan dan kedaulatan negara dengan pemberitaan-pemberitaan yang dapat mempengaruhi opini publik secara positif.
Karena itulah beberapa saat yang lalu BNPT bersama Dewan Pers secara intensif melakukan banyak pertemuan untuk membahas apa peran konkret media dalam pemberantasan terorisme. Hasil dari rangkaian pertemuan tersebut melahirkan Peraturan Dewan Pers NO. 1 Tahun 2015 tentang Peliputan Terorisme.
Dalam peraturan baru tersebut, awak media massa diajak untuk mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dibanding sekedar ekskusifisme berita. Contohnya, semisal media mengetahui akan terjadinya aksi terorisme ia diwajibkan untuk melapor kepada pihak aparat keamanan. Media massa juga diajak untuk tidak lagi menampilkan secara vulgar gambar dari korban kekerasan yang tidak layak untuk ditampilkan atau gambar kekerasan itu sendiri, seperti gambar penembakan.
Dalam peraturan tersebut yang tak kalah penting adalah tentang larangan bagi media massa untuk ikut mengkampanyekan aksi radikalisme dan terorisme. Media massa tidak diperkenankan untuk menampilkan arak-arakan teroris internasional ISIS karena dapat dianggap sedang membantu propaganda kelompok tersebut, misalnya.
Walhasil, dengan berbagai upaya bersama ini diharapkan masyarakat akan lebih memiliki kewaspadaan dan kepedulian yang tinggi dengan terorisme. Dengan begitu pencegahan radikal terorisme tidak hanya monopoli aparat negara saja, melainkan juga menjadi kepedulian dan tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa.