Deteksi Dini dan Kewaspadaan Terhadap Terorisme Harus Terus Ditingkatnya

Semarang –  Indonesia mencatat prestasi apik dalam upaya
penanggulangan terorisme di tahun 2023 yaitu zero terrorist attack
atau tidak ada serangan teroris. Namun kondisi itu tidak boleh membuat
lengah, tapi deteksi dini dan kewaspadaan harus terus ditingkatkan.

Hal itu dikatakan oleh Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme
(FKPT) Jawa Tengah, Prof Dr Syamsul Ma’arif MAg saat menjelaskan
temuan perilaku tindakan mengarah ke terorisme berdasarkan presentasi.

“Kita harus tetap waspada, lakukan upaya deteksi dini dan pemetaan.
Sekalipun tahun 2023 zero kasus, pemikiran radikalisme akan tetap
berkembang dan bisa menjadi bom waktu. Lebih-lebih pola dan strategi
yang dipakai kelompok radikal senantiasa berubah dan berkembang dari
waktu ke waktu. Meskipun dengan tujuan sama menciptakan teror dan
kerusakan masyarakat. Melalui strategi proxy war untuk penyemaian
intoleransi, memecah belah dan melemahkan persatuan NKRI,”,ungkap Prof
Syamsul pada Senin (24/6/2024).

Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah baru-baru ini
menggelar Coaching Enumerator Indeks Potensi Radikalisme (IPR) dan
Indeks Risiko Terorisme (IRT) Tahun 2024 yang diikuti sebanyak 57
peserta terdiri dari 27 enumerator IPR dan 30 enumerator IRT.

Lebih lanjut, Prof Syamsul Ma’arif, M.Ag juga menyampaikan bahwa
penelitian ini dirancang untuk mendeteksi pola radikalisme pada unit
sample kabupaten dan kota terpilih dalam skala nasional, sehingga
enumerator dituntut untuk jeli, teliti dan detail dalam setiap proses
pengumpulan data di lapangan.

“Penelitian ini berskala nasional dengan unit sampel di beberapa
kabupaten kota terpilih. Maka, enumerator harus jeli, teliti dan
detail dalam proses pengambilan data-data. Validitas data tergantung
enumerator, maka memastikan terjun ke lapangan adalah suatu
keharusan,” ujar Prof Syamsul yang juga menjadi Pengasuh Pesantren
Riset Al-Khawarizmi  Semarang.

Enumerator harus bisa menjadi bagian kebudayaan masyarakat setempat
dengan pendekatan “Living perspective”, yaitu dapat meleburkan diri
dalam masyarakat. Sehingga dalam proses pengumpulan data harus sebisa
mungkin terintegrasi dan menjadi bagian komunitas dan kebudayaan
masyarakat.

“Senantiasa menjunjung tinggi etika dan sopan santun seperti dalam
upaya penggalian data; bagaimana masyarakat menyelesaikan permasalahan
berbasis kearifan lokal, dan potret digital masyarakat, semua itu
harus dilakukan dengan etis, riang gembira dan professional,”
imbuhnya.

Sebelum mengakhiri sambutannya, ia memberikan pesan kepada enumerator
agar bersungguh-sungguh dalam menjalankan misi penelitian ini.

“Kalian adalah minal musthafa, atau orang terpilih yang diberikan
tugas untuk menggali informasi seputar potensi radikalisme dan risiko
terorisme, maka bertugaslah dengan baik. ”

“Karena kalian jugalah harapan masa depan Indonesia, generasi yang
cerdas dan berbasis data,” pungkasnya