Jakarta – Pemerintah berencana memblokir situs-situs yang dianggap menyebarkan paham anti-Pancasila. Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid mendukung rencana tersebut. Namun, dia mengingatkan, mekanisme pemblokiran situs tersebut harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Dia mendesak pemerintah supaya berani menindak situs dan akun media sosial yang menyebarkan paham anti-Pancasila selama sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. “Survei yang dilakukan oleh PBNU tahun lalu bisa menjadi rujukan langkah pemerintah. Survei itu menyebut, sebanyak 4 persen pemuda Indonesia menyukai kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), bahkan 37 persen menolak Pancasila,” katanya, Kamis (11/5/2017).
Oleh sebab itu, kata mantan presenter itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasi hal tersebut. Selain itu, pemerintah juga dinilai perlu membuat berbagai program kebangsaaan di kalangan pemuda bahkan anak-anak, di sekolah-sekolah, madrasah-madrasah maupun kampus.
Dikatakan, penyebaran paham yang intoleran tidak bisa dibiarkan begitu saja. Undang-Undang dan aturan harus ditegakkan. “Kami ingin demokrasi Indonesia tetap pada peraturan dan menjaga nilai-nilai Pancasila,” katanya sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara sebelumnya mengatakan, penyebaran paham anti-Pancasila di media sosial bisa ditangkal dengan memblokir akun yang diduga menyebarkannya. Selain pemblokiran, pemilik akun bisa dipidana dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. “Jika anti-Pancasila, terlepas dari apa pun, itu ada di UU ITE,” ujar Rudiantara.