Washington DC – Amerika Serikat (AS) memveto draf resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang antiterorisme yang ditawarkan Indonesia. AS bahkan mengejek draf itu sebagai lelucon belaka.
AS menyebut draf itu lelucon sebab ingin anggota ISIS dipulangkan ke negara asal masing-masing, sedangkan resolusi itu tidak mengatur pemulangan anggota ISIS.
“Resolusi ini gagal total mencapai tujuan utamanya, dan AS tidak akan berpartisipasi dalam lelucon yang sinis dan abai ini,” kata Duta Besar AS untuk PBB, Kelly Craft, dalam surat penjelasan tertanggal 31 Agustus 2020 dikutip dari laman detikcom, Rabu (2/9/2020).
Ejekan AS itu berlanjut dengan menyebut lebih baik tidak ada resolusi sama sekali ketimbang menyetujui resolusi semacam itu.
“Resolusi Indonesia dihadapan kita ini seharusnya dibuat untuk menguatkan tindakan internasional dalam melawan terorisme, tapi malah lebih buruk ketimbang tidak ada resolusi sama sekali,” kata Kelly Craft.
Titik ketidaksetujuan AS terhadap resolusi ini bermula dari tidak adanya pembahasan mengenai pemulangan (repatriasi) petempur teroris asing ke negara masing-masing. Padahal menurut AS, repatriasi teroris adalah hal yang paling penting untuk mengatasi terorisme.
“Ini juga gagal untuk memuat langkah penting pertama – repatriasi ke negara asal masing-masing dari mereka,” kata Craft.
AS paham, maksud Indonesia dan negara lainnya ialah untuk menyerukan penuntutan, rehabilitasi, dan reintegrasi (PRR) bagi semua pihak yang terlibat dalam aktivitas teror. Bila tujunnya adalah PRR, seharusnya draf itu juga memuat repatriasi teroris. Negara yang ogah memulangkan warganya yang terlibat teror seolah-olah emoh bertanggung jawab terhadap ulah warganya.
“AS punya contoh dalam memulangkan warga negara kami dan menuntut mereka. Semua negara harus bertanggung jawab terhadap warga negara mereka yang terlibat teror. Sebagaimana Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo bilang, ‘Kami ingin setiap negara memulangkan warganya masing-masing. Itu adalah langkah pertama. Itu adalah kewajiban yang harus mereka lakukan.’,” kata Craft.
AS mengaku sudah sejak pekan lalu menolak draf resolusi antiterorisme dari Indonesia dkk ini. Craft tidak paham, bagaimana bisa Dewan Keamanan (DK) PBB puas terhadap draf resolusi itu.
“Ini tidak bisa dimengerti bagaimana bisa anggota-anggota DK PBB puas dengan resolusi yang mengabaikan akibat ancaman keamanan bila semua negara meninggalkan petempur asingnya, sehingga petempur asing itu bisa melarikan diri dari tahanan dan mengabaikan keluarga mereka yang menderita di kamp-kamp tanpa pertolongan, peluang, atau harapan,” kata Craft.
Akhirnya, AS menggunakan hak vetonya untuk menolak resolusi antiterorisme itu. Sebelum 1 September, Indonesia adalah Presidensi DK PBB bulan Agustus 2020. Resolusi mengenai penanggulangan terorisme dari Indonesia mendapat dukungan 14 negara anggota DK PBB, namun tidak dapat disahkan karena veto dari AS
Resolusi yang disponsori Indonesia itu memang mendukung pemulangan anak-anak militan ISIS, namun tidak mendukung pemulangan militan ISIS dan keluarganya ke negara masing-masing. Resolusi ini juga mendorong semua negara untuk bekerja sama mengatasi ancaman dari ‘pejuang teroris asing’ atau FTF.