Jakarta – Pemahaman jihad pendukung Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dengan pemahaman jihad pengikut Jamaah Islamiyah (JI) berbeda. Dalam pemahaman JAD, pelaku teror menganut paham takfiri yang dibawa golongan khawarij sebagai pendiri kelompok ISIS.
Bagi golongan khawarij dan pengikut JAD, setiap orang yang tak sejalan atau bertentangan dengan paham mereka dicap kafir atau murtad. Sehingga halal buat mereka membunuhnya meskipun orang tersebut adalah Muslim sejati.
“Pemahaman seperti itu bertentangan dengan apa yang kami anut di JI pada waktu itu,” jelas Umar Patek dalam akun Youtube Najwa Shihab yang diunggah Rabu (23/5) dengan judul “Bangkit dari Teror: Umar Patek Minta Maaf Kepada Korban Teror Bom”.
Umar Patek adalah narapidana terorisme Bom Bali I yang saat ini mendekam di Lapas Porong, Sidoarjo. Pada 21 Juni 2012, pengadilan Indonesia menjatuhkan vonis 20 tahun penjara karena terbukti bersalah atas enam tuduhan, termasuk keterlibatan dalam serangan terhadap gereja-gereja pada malam Natal 2000 dan Bom Bali I.
Pria kelahiran 1970 ini melakukan siaran live dengan pakaian coklat. Di segmen 4, Najwa Shihab selaku pembawa acara juga meminta tanggapannya tentang kasus bom yang terjadi di Mako Brimob, Surabaya, dan Riau.
“Saya turut berbelasungkawa, kepada korban dan keluarga korban, baik yang terjadi di Mako Brimob, Surabaya,dan di kota lainnya,” ucapnya mengawali tanggapan.
“Saya mohon maaf kepada seluruh kepada korban dan keluarga korban yang trjadi di bom Bali 1 ataupun bom malam natal pada saat itu,” imbuhnya lagi.
Dikatakan Umar, secara pribadi dirinya mengecam aksi teror tersebut. Sejumlah peristiwa yang terjadi belakangan ini adalah perbuatan biadab yang tak bisa diterima ajaran Islam dalam mazhab mana pun karena sudah melibatkan anak kecil dan perempuan.
“Peristiwa yang terjadi belakangan, merupakan perbuatan yang biadab, yang tidak bisa diterima dalam ajaran islam dalam madzhab manapun karena sudah melibatkan anak kecil dan perempuan,” tegasnya.
Kepada Umar Patek, Najwa kemudian menanyakan tentang proses perubahan di dirinya. Pertanyaan ini dijawab Umar karena faktor keluarga.
“Saya bisa berubah karena keluarga. Mereka selalu memperhatikan saya. Meski mereka menentang pemikiran saya, namun mereka tetap peduli dengan saya. Ketika saya dipindahkan ke Lapas Porong, saya juga mendapatkan perhatian dari petugas. Kami jadi merasa begitu dekat. Apapun keluh kesah saya, mereka tanggapi dengan baik,” aku Umar.
Dia lantas mengungkapkan alasan keinginannya mengikuti upacara bendera dan menjadi petugas pengibar bendera pada tahun 2014.
“Pada tahun 2014 itu, saya akhirnya mau mengikuti upacara. Setelah itu, saya sampaikan ke petugas lapas kalau saya ingin menjadi petugas pengibar bendera,” katanya.
Ketika ditanya apakah dirinya masih ada hubungan dengan JI, secara tegas Umar mengaku sudah tidak berhubungan lagi. Dia bahkan memberi saran agar para narapidana teroris lebih didekatkan dengan keluarga.
“Jika keluarga mendukung pemikiran teroris, maka lapas napiter itu harus dijauhkan dari keluarga. Namun jika keluarga tidak mendukung pemikiran napiter itu, maka harus didekatkan. Kenapa? Karena keluarga pemegang peran penting seorang napi teroris menjadi tidak radikal,” terangnya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius, yang juga hadir dan mendengarkan pernyataan Umar Patek terlihat berkaca-kaca matanya.
“Secara humanis, saya melihat Umar Patek mau berubah. Ada sisi humanis yang bisa kita akses. Sekeras apapun mereka bisa diubah,” kata Suhardi menanggapi pernyataan Umar Patek.