Jakarta – Radikalisme atas nama agama yang berujung konflik terjadi
di banyak negara, baik yang dipicu oleh maraknya gerakan kelompok
intoleran dan kelompok radikal terorisme serta masifnya penyebaran
paham keagamaan yang intoleran. Virus ideologi radikal, intoleransi,
ektremisme dan terorisme telah berkembang dan nyata-nyata terbukti
mampu menjadi senjata efektif untuk menghancurkan kedaulatan sebuah
negara.
Untuk itulah, Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) dan Lembaga
Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOK)bersama Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan kajian mendalam terkait
Metamorfosa Gerakan dan Paham Radikal Terorisme dan beberapa upaya
mitigasinya di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Ketua Umum LPOI & LPOK Prof. KH. Said Aqil Siroj MA., menyampaikan
fenomena pembubaran Jemaah Islamiyah (JI) dan keberhasilan “zero
terrorism attack” merupakan pertanda lahirnya babak baru
penyebarluasan ideologi radikal, intoleransi, ektremisme dan
terorisme, yang bergerak masif secara terselubung dan undercover.
“Indeks potensi radikalisme bukan pertanda perang terhadap gerakan dan
paham radikal terorisme berakhir. Kelompok intoleran dan radikal
terorisme kini tengah menyusup, bergerak senyap dan mengkonsolidasikan
kekuatannya dengan Strategi Infiltrasi dan Akuisisi disemua sector
kehidupan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, kesehatan, pendidikan,
pertahan dan keamanan,” papar Kiai Said.
Lebih lanjut, Kiai Said menguraikan bahwa kelompok intoleran dan
kelompok radikal terorisme tengah berusaha merebut dan mengambil alih
kepemimpinan disemua sector dan menguasai seluruh sumberdaya yang ada
di negeri ini. Mereka tengah melakukan metamorfosa gerakan dari yang
bersifat frontal konfrontatif menjadi bersifat “low explosives-high
impact.”
Kiai Said menegaskan pernyataannya bahwa para penyelenggara negara,
aparat penegak hukum dan khususnya BNPT harus lebih waspada dan
melakukan screening secara lebih detail terhadap sel sel Intoleransi
dan sel sel radikal terorisme yang bergerak lebih leluasa di ruang
publik.
“Sebab sel sel tersebut tidak lagi menunjukkan tampang garang dan
bergerak secara sembunyi sembunyi, tetapi dengan terang benderang
mereka bergerak menggunakan berbagai identitas dan cover, baik sebagai
politisi, polisi, tantara, pebisnis, pendidik, agamawan dan atau
profesi lainnya,” ungkap Kiai Said.
Kiai Said Aqil yang juga Pengasuh Pesantren Atsaqofah ini menjelaskan
maraknya cyber attack (serangan siber) dan digital terrorism yang
dibarengi dengan pressure terhadap imunitas ideologi wsarga Bangsa
Indonesia, di tengah serbuan ideologi transnasional, bila dibiarkan
dan tidak diantisipasi, berpotensi mampu meretakkan kedaulatan
nasional bangsa Indonesia dan mengacaukan kesatuan dan persatuan
Indonesia.
“Kedaulatan digital harus diprioritaskan selain keberadaan kedaulatan
teritorial yang juga harus dijaga,” tukasnya.