Makassar – Perkembangan terorisme di Indonesia semakin hari tambah gila. Hal itulah yang membuat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus bekerja keras menjalin koordinasi untuk membuat program pencegahannya.
“Perjuangan bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa besar begitu luar biasa. Sejak baru berdiri, sudah ada sisi gelap yang menggangu namanya ideologi untuk mendirikan NII. Bahkan sekarang tengah ramai diberitakan tentang kembali munculnya PKI. Inilah salah satu tantangan kita sebagai bangsa besar, beraneka ragam, suku beribu-ribu, bentuk geografis yang luas, untuk mempertahankan NKRI,” papar Kasubdit Kewaspadaan dan Kontra Propaganda BNPT Kolonel Inf Dadang Hendrayudha saat memberikan pembekalan kepada para peserta Pelatihan Duta Damai Dunia Maya di Hotel Aryaduta, Makassar, Rabu (18/5/2016).
Dadang menjelaskan, perkembangan terorisme di Indonesia itu dibagi dalam beberapa tahap. Pertama yaitu pada Orde Lama (Orla), bentuk terorisme di Indonesia dilakukan oleh DI/TII. Kemudian pada Orde Baru (Orba), Presiden Suharto saat itu sangat gencar melakukan operasi intelijen sehingga banyak dari kelompok ini lari ke Malaysia.
Salah satunya adalah Abubakar Baasyir yang sekarang menjalani hukuman di LP Gunung Sindur. Abubakar Baasyir ini dengan latar belakang NII, pergi ke Malaysia dan merekrut anggota untuk dibaiat dan dikirim melakukan pelatihan di Afganistan. Mereka-mereka inilah yang akhirnya menjadi momok dan melakukan beberapa aksi terorisme di Indonesia seperti DR. Azahari dan Noordin M. Top.
Kemudian setelah reformasi, saat TNI dan Polri baru dipisah, bangsa Indonesia dikagetkan dengan Bom Bali 1 yang menewaskan ratusan korban yang sebagian besar turis dari Australia. “Setelah Bom Bali 1, kita semua kaget dan bingung tentang siapa pelaku teror itu. Tapi setelah dibongkar, akhirnya muncul nama Al Jamaah Al Islamiyah (JI),” terang Dadang.
Setelah dilakukan penangkapan, papar Dadang Hendrayudha, ratusan anggota JI ditangkap. Dari situ diketahui bahwa JI ternyata telah membuat jaringan yang dinamakan Matiqi sebanyak empat wilayah. Matiqi 1 terdiri dari Malaysia dan Singapura targetnya untuk mencari dana. Matiqi 2, Sumatera dan Jawa sebagai target operasi, kemudian Matiqi 3, Kalimantan dan Sulawesi sebagai tempat latihan dan sembunyi, dan Matiqi 4 wilayah Australia dan sekitarnya.
“Keberadaan JI inilah yang menjadikan jaringan teroris semakin kuat, mulai dari kelompok lokal kemudian berkolaborasi, dan tahap selanjutnya mereka banyak yang berafiliasi ke Al Qaeda,” terang pria penyuka olahraga joging dan berenang ini.
Sekarang, tegas Dadang, muncul ancaman terorisme baru yaitu ISIS. Menurutnya, lahirnya ISIS ini tidak lepas dari fenomena Arab Springs, dimana di Timur Tengah tengah tren kelompok yang menjatuhkan pemerintahan kerajaan. Dan ISIS berangkat dari kelompok Tauhid Wal Jihad yang terakhir dipimpin Abubakar Al Baghdadi. Kelompok ini mengusung ideologi takfiri yaitu mengkafirkan orang yang tidak sepaham dengan mereka dan menilai pemerintahan yang sah itu dengan berbagai aparatnya sebagai thogut.
Dadang menilai, secara organisasi ISIS ini memang luar biasa. Mereka adalah gabungan dua kelompok eks militer Saddam Hussein sehingga bisa lebih hebat dari Al Qaeda. Hal itu karena ISIS memiliki teritorial dan networking system. Mereka ini orang-orang eksklusif yang bekerja dibawah tanah dan sangat rahasia. Bahkan pekerjaan dan pembicaran mereka dibuat sedemikian rupa agar tidak diketahui orang-orang diluar kelompok mereka.
“Kita kenal teror Paris, teror Thamrin, dan bom bunuh diri di Belgia. Tapi kemarin saya lihat di CNN, ISIS kembali menyerang salah satu pasar di Irak dengan tiga kali bom bunuh diri. Korbannya luar biasa. Inilah yang harus kita antisipasi dan waspadai. Jelas mereka biadab, sehingga sangat berbahaya bila jaringan mereka bisa masuk ke Indonesia,” tutur Dadang.
Karena itulah, kata Dadang, BNPT dengan tiga kedeputian yang ada, dituntut untuk menyiapkan dan menyusun kebijakan, strategi, menjadi program nasional dalam penanggulangan terorisme. Setelah itu dikomunikasikan dengan kementerian terkait untuk dilaksanakan.
“Teroris tidak bisa hanya dihadapi polisi atau TNI. Yang pasti, teroris itu musuh bersama sehingga kita harus bersatu dalam mencegah, menindak, dan mengusir mereka dari Bumi Indonesia,” tandas Dadang Hendrayudha.