Gorontalo – Kepala Subdirektorat Pengawasan BNPT, Chairil Anwar, mengajak masyarakat di Gorontalo untuk terus mewaspadai bahaya paham radikal dan kejahatan terorisme. Dikatakanya, terorisme menghalalkan segala cara dalam aksinya, tidak sesuai dengan ajaran agama apapun.
“Jadi kalau ada yang mengklaim terorisme sebagai bentuk pengamalan agama, itu hoaks,” kata Chairil di kegiatan Rembuk Aparatur Kelurahan dan Desa tentang Literasi Informasi di Gorontalo, Kamis (25/4/2019).
Di hadapan seratusan lurah, kepala desa, Babinsa dan Babinkamtibmas se-Kota Gorontalo dan sekitarnya, Chairil mencontohkan narapidana kasus terorisme yang saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Gorontalo, yaitu M. Akbar alias Jabir yang mendapatkan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp.100 juta.
“Dia terlibat dalam pencurian dan perampokan dalam upaya penggalangan dana untuk aksi terorisme. Kita semua tentu sepakan pencurian dan perampokan tidak dibenarkan dalam ajaran agama apapun, dengan alasan dan tujuan apapun juga,” jelas Chairil.
Narapidana lain yang tengah menjalani hukuman di Gorontalo, lanjut Chairil, adalah Zubaid alias Ubaid alias Baim, yang divonis penjara selama 4 tahun 8 bulan. Dia terbukti terlibat dalam pelatihan pembuatan bom oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Dalam paparannya Chairil juga mengungkap isi UU Antiterorisme terbaru, yaitu No.5 tahun 2018, yaitu pemberian wewenang penahanan lebih lama oleh aparat kepolisian terhadap setiap terduga pelaku terorisme. Polisi saat ini memiliki waktu penahanan selama 14 hari, dan dapat diperpanjang 7 hari kemudian jika dianggap diperlukan.
“Kebijakan ini sudah melalui pembahasan yang panjang oleh Pemerintah dan DPR. Tujuannya tentu untuk mengoptimalkan penanggulangan terorisme,” jelas Chairil.
Di kesempatan yang sama Chairil juga mengingatkan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pencegahan terorisme. Aparatur kelurahan, lanjutnya, memiliki peran dan tanggung jawab strategis dalam mengkoordinir keterlibatan masyarakat yang dipimpinnya.