Makna Teroris
Dalam bahasa Arab, terrorisme disebut الأرهاب (Al Irhab) yang artinya menakutkan, memaksa dan menyerang. Terrorism atau الأرهاب berarti upaya untuk mencapai sesuatu dengan jalan kekerasan atau pemaksaan dengan jalan kekerasan. Artinya semua upaya yang dilakukan oleh seseorang atau satu kelompok untuk mendapatkan sesuatu melalui kekerasan atau paksaaan disebut sebagai aksi terorisme.
Pengertian terorisme seperti dimaksud di atas memang masih menjadi perdebatan diantara ilmuwaan dan para pemerhati terorisme. Hingga saat ini pengertian tersebut masih terus dibahas di berbagai forum baik dalam skala regional mupun internasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang dapat membedakan makna teroris secara utuh dan menyeluruh, sehingga pemaknaannya tidak dicampuradukan antara kelompok yang berjuang untuk sebuah kemerdekaan dengan kelompok yang melawan kekuasaan atau pemerintahan yang sah dan legal.
Pemaknaan yang menyeluruh ini penting karena terorisme masih kerap diartikan secara berbeda. Kasus di Palestina misalnya, Israel menganggap kelompok-kelompok pembebasan rakyat Palestina seperti Hamas sebagai kelompok teroris, sementara beberapa kelompok atau Negara lain menganggap Hamas sebagai kelompok perjuangan rakyat Palestina. Demikian pula halnya yang terjadi di India, Maroko dan sejumlah negara lainnya.
Karenanya titik tekan utama yang dijadikan landasan untuk mengkategorikan sebuah kelompok sebagai teroris atau bukan terletak pada bentuk tindakan yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Jika sebuah kelompok melakukan perusakan atau pembunuhan kepada warga sipil yang tidak berdosa dengan tujuan agar pemerintah atau penguasa mengakomodir keinginannya, maka kelompok tersebut telah masuk dalam kategori teroris. Kekerasan dan pemaksaan untuk merebut kekuasaan merupakan dua hal yang disepakati oleh semua pihak bahwa tindakan tersebut adalah tindakan teror dan pelakunya dianggap sebagai teroris.
Kekerasan dan Terorisme: Sejarah Awal
Sejarah kekerasan manusia telah ada sejak keberadaan manusia pertama kali di bumi, peristiwa Qabil dan Habil, dua anak Nabi Adam As merupakan contoh pertama terjadinya dimana kekerasan pertama kali terjadi. Tindakan Qabil yang membunuh adik kandungnya sendiri hanya karena ingin menikahi saudarinya yang cantik tercatat dalam sejarah sebagai tindak kekerasan yang pertama kali dilakukan oleh manusia. Peristiwa kekerasan tersebut kemudian terjadi dari waktu ke waktu, baik secara terencana maupun secara tidak terencana sebagaimana dapat dilihat dalam beberapa peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh umat manusia di dunia ini.
Dalam perkembangannya, tindak kekerasan berkembang baik secara motif maupun eskalasi gerakan. Ada yang terjadi karena motif menggulingkan pemerintahan yang lalim, ada pula yang dilakukan karena alasan perebutan kekuasaan semata (terorisme). usaha untuk menggulingkan rezim pemerintahan yang tidak adil terjadi seperti pada kisah Nabi Musa yang menghancurkan kekuasaan Fir’aun. Pada abad pertengahan di Eropa, tindakan serupa juga terjadi di era pemerintahan Romawi, dimana kelompok-kelompok petani atau buruh seringkali melakukan perlawanan terhadap kekuasaan yang bermuara terhadap pembunuhan para raja yang sedang berkuasa.
Sementara isu terorisme kembali menguak pasca berakhirnya perang dunia kedua yang ditandai dengan dimulainya perang dingin antara blok Barat sebagai inspirator kapitalisme dan blok Timur sebagai inspirator sosialisme. Perang kedua block ini bukan saja memaksa kedua blok untuk memperkuat inteligensi demi menguasai wilayah-wilayah pendukungnya masing-masing, tetapi juga telah mendorong munculnya aksi-aksi terorisme yang dimaksudkan untuk menekan satu kelompok untuk berpihak kepada blok salah satu.
Negara-negara yang masuk dalam kategori negara berkembang menjadi sasaran utama propaganda yang sering kali mengarah ke tindakan terorisme. Demikian pula yang terjadi terhadap pembunuhan JF Kennedy, Perdana Menteri India, Indra Ghandi, Pembunuhan terhadap Perdana Menteri Pakistan, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser dan sejumlah tokoh negara lainnya yang merupakan wujud kongkrit atas aksi-aksi terorisme yang diakibatkan oleh pertikaian politik.
Sejarah Penanggulangan Terroris
Pada awalnya, penanggulangan terorisme secara spesifik dimulai sejalan dengan maraknya aksi-aksi terkait dengan terorisme. Namun penanganan terorisme saat itu belum dilakukan secara terpadu karena pemahaman terhadap terorisme masih sebatas aksi kelompok terhadap individu. berbeda dengan fenomena terorisme saat ini yang bukan saja menjadikan personal sebagai salah satu sasaran akan tetapi juga terhadap tempat-empat umum yang bukan saja mengakibatkan korban anak-anak dan perempuan, tetapi juga pada instlasi-instlasi publik, sehingga apapun alasan harus dilakukan secara terpadu.
Perkembangan media komunikasi yang begitu maju saat ini bukan saja dimanfaatkan untuk kebaikan bersama, karena di luar sana ada kelompok-kelompok tertentu yang menggunakan kemajuan teknologi dan komunikasi tersebut justru untuk merusak kepentingan umum. Oleh karena penanganan terhadap terorisme sudah mutlk dilakukn secara terpadu dan melibatkan semua pihak. Pasca peristiwa pengeboman World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat pada tahun 2001 lalu, pemerintah AS melakukan berbagai cara untuk menghentikan aksi-aksi terorisme, baik berupa ide-de yang disebar di internet maupun denga cara represif. Pihak PBB sendiri, melalui Resolusi nomor 1373 (2001) memandatkan kepada Counter Terrorism Committee (CTC) yang dibentuk oleh PBB untuk menyelenggarakan beberapa point yang merupakan sarana untuk mencegah tindak tindak terorisme, antara lain:
- Mengkategorikan tindak kriminal bagi siapapun yang turut membiaya aksi terorisme, atau mendukung kegiatan terorisme.
- Membekukan semua dana yang terkait dengan terorism
- Mencegah bentuk pembiayaan apapun terhadap tindak terrorism
- Bekerjasama dengan pemerintah dalam melakukan investigasi, mendeteksi, menahan atau melakukan extradisi dan dakwaan bagi siapapun yang terlibat dalam aksi terorism
- Mengkategorikan kriminal bagi terorisme sesuai undang-undang yang berlaku dalam negeri dan mengajukannya ke pengadilan untuk ditindak secara hukum.
- Menyebarkan informasi hasil investigasi dengan pemerintah kepada setiap kelompok atau praktisi tindak terorisme.
Resolusi ini menjadi mutlak bagi semua negara yang menjadi anggota PBB dalam mendukung program PBB untuk pembrantasan terorisme dan bersama dalam mencegah tindak terorisme, termasuk menghentikan secara dini sel-sel terorisme dimanapun berada.
ISIS: Organisasi Teroris Baru
ISIS merupakan salah satu organisasi teroris yang muncul ke permukaan sejak Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden meninggal. Diwaktu yang bersamaan pengaruh Al Qaeda mulai menurun dan dianggap sudah tidak lagi memiliki kekuataan, khususnya setelah AS dan sekutu melancarkan serangan ke Afghanistan yang mengakibatkan personil Al Qaeda mulai terpecah-pecah dan melarikan diri dari serangan sekutu di Afghanistan.
ISIS atau Islamic State of Iraq and Syria berdiri sejak tahun 1999. Kelompok ini pertama kali didirikan oleh Abu mashab El Sharkawi dengan nama جماعة التوحيد والجهاد (Jamah at-tauhid wal Jihad). Kemudiaan pada tahun 2004, Abu Mashab El sharkawi berkoalisi dengan pimpinan Al Qaeda Osama bin laden dan sepakat mengubah nama kelompoknya menjadi تنظيم قاعدة الجهاد في بلاد الرافدين (Tandhim Kaidah al-Jihad fi Baladi ar-Rafidin). Pada tahun 2006, kelompok ini kembali mengubah nama dengan nama مجلس شوري المجاهدين في العراق (Majlis syurah al-Mujahidin fi al-Irak). Pada Oktober 2006 tokoh-tokoh kelompok ini kembali mengubah nama kelompoknya dengan nama دولة الإسلامية في العراق (daulah Islamiyah fi al-Irak) dan pada tahun 2013 kelompok ini berubah nama untuk kesekian kalinya menjadi دولة الإسلامية في العراق والشام (Daulah Islamiyah fi al-irak wa –as-Sham) atau Islamic State of Irak and Sham.
Dalam sejarahnya, kelompok teroris ini melakukan perlawanan terhadap pendudukan AS di Irak, sementara pemerintah Irak yang dibentuk oleh AS dari waktu ke waktu bertanggung jawab terhadap sejumlah aksi-aksi kekerasan yang terjadi di Irak. Menurut data yang beredar, ISIS memiliki sekitar 6000 personil pasukan dan jumlah ini terus meningkat mengingat propaganda yang dilakukannya melalui penawaran sejumlah hadiah cukup menggiurkan bagi sebagian untuk bergabung kedalam kelompok ini. Sejak berdirinya, organisasi ini telah dipimpin oleh tiga orang, antara lain; pendiri utama yaitu Abu Mashab el Sharkawi, kemudian digantikan oleh Abu Omer Al Baghdadi dan kini dipimpin oleh Abu Bakr Al Baghdadi. Menurut data yang beredar, bahwa wilayah yang dikuasai kelompok ini kini meluas dari 20 % hingga 30% yang meliputi Irak dan Suriah yang umumnya dihuni oleh penganut Islam Sunni.
Pandangan utama yang dijalankan oleh kelompok ini adalah pemahaman Islam radikal yang membolehkan pembunuhan bagi siapapun yang tidak tunduk pada ketentuan yang diberlakukan dan menjadikan sistim Khilafah sebagai sistem pemerintahan serta menggolongkan orang-orang Islam yang tidak mau bergabung dalam kelompok ini sebagai golongan kaum kafir.
Tantangan dan Penanganannya terhadap pengaruh ISIS
Sejak ISIS muncul ke permukaan sebagai sebuah organisasi baru yang mengklaim dirinya sebagai Khalifah bagi ummat Islam dan bertekad memperluas wilayah kekuasaannya bukan saja di negara-negara Arab tetapi juga ke semua negara-negara Islam baik di Afrika maupun di Asia, kelompok ini menuai respon negatif dari banyak pihak, termasuk tokoh-tokoh agama di dunia Arab dan Islam. Di beberapa negara Arab, pemerintah melarang keras warganya untuk terlibat dalam organisasi ini. Mereka juga mengenakan sanksi hukum bagi siapapun yang terlibat atau mempromosikan organisasi ini.
Sudan, Mesir, Libya, Yordania, PEA, Qatar, Bahrain, Saudi Arabia dan negara-negara Arab lainnya secara resmi melarang penyebaran organisasi ini dan menghukum siapapun yang terlibat atau mempromosikan organisasi ini. Dewan-Dewan Fatwa di seluruh negara Arab melarang keras gerakan ini dan menilai bahwa klaim khilafah yang disuarakan oleh Abu Bakr Al Baghdadi sama sekali jauh dari ajaran Islam.
Aplikasi ajaran Islam seperti yang dipertontokan oleh ISIS, dengan melakukan kekerasan, pembunuhan, penculikan dan berbagai bentuk kekejaman lainnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang universal, yang menghormati hak-hak asasi kemanusiaan dan lingkungan. Islam menempatkan manusia sebagai wujud kebesaran Allah di muka bumi sehingga tidak ada alasan untuk melakukan tindakan kekerasan baik terhadap manusia maupun terhadap peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang telah dibuat untuk kepentingan umat manusia.
Bagi bangsa Indonesia, ISIS adalah sebuah ajaran impor yang masuk ke Indonesia. Ajaran tersebut bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam dan budaya bangsa Indonesia yang mencintai perdamaian dan kedamaian. Selain itu, ajaran ISIS atau sistem yang dijalankan oleh ISIS dalam membangun kekuasaan sudah tidak sesuai dengan alam Indonesia, khususnya di era reformasi memberikan kebebasan kepada setiap warga negara untuk menyampaikan aspirasi dan pemikirannya melalui ketentuan-ketentuan resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.