SEAPA: 95 Persen Content Media Sosial adalah Sampah

AmbonPresident of Southeast Asian Press Alliance (SEAPA), Eko Maryadi, mendorong awak media dan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menjadikan content media sosial sebagai bahan pemberitaan.

“Bisa saya katakan 95 persen content media sosial adalah sampah,” kata Eko saat menjadi narasumber dalam Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme di Ambon, Maluku, Kamis (2/11/2016).

Eko menyebut content media sosial adalah informasi yang belum dapat dikategorikan sebagai berita, sehingga menyebarluaskannya dibutuhkan sebuah kehati-hatian. “Menjadi persoalan karena kebiasaan masyarakat kita begitu menerima broadcast di Whatsapp, menganggapnya menarik dan menyebarluaskan. Padahal itu informasi yang mentah yang belum terverifikasi kebenarannya,” tegasnya.

Khusus kepada awak media, Eko meminta agar verifikasi ketat dilakukan ketika akan menjadikan content media sosial sebagai bahan pemberitaan.

Chek dan Rechek mutlak dilakukan secara ketat. Jangan karena alasan suka dan percaya yang mengirimkan orang tenar, kita (wartawan)  langsung memberitakannya,” tandas Eko.

Dalam keterangannya mantan Jurnalis di beberapa media asing tersebut juga mengatakan, pelaku terorisme terindikasi sengaja memanfaatkan media sosial untuk menyebarluaskan faham yang diyakininya, karena tidak mampu melakukannya melalui media arus utama.

“Juga karena media sosial saat ini paling banyak diakses masyarakat, mengalahkan media massa pers. Nyaris semua masyarakat menggunakan gadget yang di dalamnya ada aplikasi sosial media. Sekali lagi, hati-hati menyikapi dan menyebarluaskan content yang ada di media sosial,” jelas Eko.

Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme adalah salah satu metode Pelibatan Masyarakat dalam Pencegahan Terorisme yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 32 provinsi se-Indonesia. Satu metode lainnya adalah Visit Media, kunjungan dan diskusi dengan redaksi media massa pers.