RMI Pastikan Tidak Ada Pesantren yang Ajarkan Terorisem

Cirebon — Ketua Rabitha Maahidul Islam (RMI) NU atau Perhimpunan Pesantren Islam Nahdatul Ulama, Abdul Ghaffar Rozim M.Ed mengatakan bahwa pesantren adalah sebuah lembaga tradisional yang memfokuskan perhatian pada pendidikan keagamaan dan karakter kebangsaan. Oleh karena itu jika ada asumsi bahwa seorang teroris memperoleh ilmu dan pemahaman tentang terorisme dari pesantren, maka itu adalah sebuah kekeliruan.

Di hadapan ratusan peserta dialog pencegahan paham radikal-terorisme dan ISIS yang dihelat BNPT hari ini, Selasa (03/05/16) di pesantren Buntet, Cirebon, Ia meyakinkan seluruh pihak bahwa tidak ada satupun alumni pesantren yang terjerumus ke dalam paham terorisme. “Kalaupun ada satu alumni pesantren yang terlibat dalam terorisme, maka itu perlu ditelesuri secara komprehensif,” tegasnya.

Jika ada alumni pesantren yang masuk dalam jaringan terorisme, maka ia memastikan bahwa oirang tersebut pernah mengalami kekosongan, dan saat itulah ajaran terorisme memasuki dirinya. Ia melanjutkan dengan menyatakan bahwa hampir 80 pesantren, dari jumlah total pesantren di Indonesia, berada di jawa barat. “80 persen ini umumnya adalah pesantren yang berada di bawah naungan Nahdatul Ulama,” jelasnya.

Seperti yang diketahui, Nahdatul Ulama sejak dulu sampai sekarang menjadi garda terdepan dalam membela bangsa dan tanah air, dan alumni alumni pesantren NU dijamin tidak ada yang terlibat dalam kelompok radikal terorisme. “yang ada malah menjadi figur bangsa dan negara dalam mempertahankan keutuhan nasional,” tambahnya.

Terkait dengan isu sejumlah pesantren yang dianggap mengajarkan radikalisme-terorisme seperti yang terjadi baru-baru ini, ia menegaskan bahwa tidak ada satupun pesantren NU yang terlibat.
“Memang ada beberapa pesantren yang sangat berbeda dengan pesantren-pesantren NU, mulai dari pemahaman keagamaan sampai kepada sikap beragama, sangat jauh berbeda dengan pesantren NU,” jelasnya.

“Pesantren-pesantren seperti inilah yang patut dicurigai dan perlu diarahkan ke yang lebih baik lagi, sehingga alumninya menyadari betapa pentingnya keutuhan negara kita, bukan malah memikirkan pendirian khalifah atau mencaci-maki para aparatur negara,” tutupnya.