Radikalisme di Perguruan Tinggi Sebuah Teka-Teki yang Perlu Dipecahkan

Bandung – Masalah radikalisme di perguruan tinggi adalah sebuah
teka-teki yang perlu dipecahkan. Perguruan tinggi, yang seharusnya
menjadi tempat pendidikan dan pemikiran yang rasional, bisa terlibat
dalam radikalisme, baik dalam konteks agama maupun politik adalah
sebuah permasalahan yang perlu ditelusuri.

Hal itu diungkapkan dikemukakan Associate Professor dari Department of
Theology di University of Notre Dame, Mun’im Sirry pada Kuliah Umum
KU-4078 Studium Generale bertempat di Aula Barat ITB Kampus Ganesha,
Rabu (11/10/2023). Mun’im Sirry mengangkat topik “Radikalisme di
Perguruan Tinggi: Tantangan Dunia Kampus.”

Dikutip dari laman resmi ITB, dalam kuliah umum ini, Mun’im Sirry
menguraikan enam poin penting terkait dengan isu radikalisme di
perguruan tinggi. Poin-poin tersebut yaitu radikalisme di perguruan
tinggi sebagai masalah enigmatik, mengapa dapat radikalisme
mempengaruhi anak muda, kerangka teoritis menjelaskan radikalisme dan
intoleransi, bagaimana mahasiswa menjadi radikal, bentuk radikalisme
kaum terpelajar, dan pertanyaan besar yaitu apakah anak muda dapat
melakukan deradikalisasi.

Mun’im Sirry memulai dengan menyatakan bahwa masalah radikalisme di
perguruan tinggi adalah sebuah teka-teki yang perlu dipecahkan. Ia
menggarisbawahi bahwa bagaimana perguruan tinggi, yang seharusnya
menjadi tempat pendidikan dan pemikiran yang rasional, bisa terlibat
dalam radikalisme, baik dalam konteks agama maupun politik, adalah
sebuah permasalahan yang perlu ditelusuri.

Salah satu poin utama dalam presentasinya adalah mengenai fenomena
radikalisme di kalangan mahasiswa dan bagaimana mereka terpapar pada
pemikiran radikal. Beliau juga memaparkan bahwa di Indonesia, ada
cukup banyak data yang menunjukkan tingginya tingkat dukungan atau
pemahaman yang radikal di kalangan mahasiswa. Ia menyebutkan hasil
survei dan penelitian yang menunjukkan angka-angka signifikan dalam
hal dukungan terhadap ideologi radikal.

Ia pun membahas pentingnya kerangka teoritis dalam memahami masalah
radikalisme. Dia menyebut bahwa masalah di Indonesia bukan karena
kurangnya data, melainkan kurangnya kerangka teoritis yang memadai
untuk menjelaskan data-data tersebut. Oleh karena itu, dia menekankan
pentingnya memiliki kerangka teoritis yang kuat dalam memahami
radikalisme di perguruan tinggi.

Lebih lanjut, Mun’im Sirry menjelaskan bagaimana mahasiswa menjadi
radikal, termasuk faktor-faktor yang memengaruhi proses radikalisasi.
Ia juga membahas kemungkinan deradikalisasi atau proses pemulihan dari
radikalisme. Pertanyaan menarik yang diajukan adalah apakah anak muda
mampu melakukan deradikalisasi atau pemulihan diri.

“Jadi setiap dari kita, diri kita, itu memiliki kemampuan untuk
melakukan apa saja yang ada pada badan kita, pada jiwa kita, pada
pikiran kita, (serta) pada perilaku kita dan mentransformasikannya
menjadi suatu yang kita kehendaki. Jadi, kita memiliki kemampuan. Dari
kerangka teoritis ini, kita bisa melihat bagaimana mahasiswa itu punya
kemampuan untuk melakukan deradikalisasi diri. Jadi, tidak perlu
paksaan dari luar tapi dengan kesadaran diri, mereka keluar dari
kelompok-kelompok radikal,” ungkap Mun’im Sirry.

Mun’im Sirry juga menegaskan bahwa presentasinya didasarkan pada
bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
“Pendidikan dan Radikalisme.” Buku ini telah diterbitkan dan mencakup
pemahaman yang mendalam tentang isu radikalisme di perguruan tinggi.

Dalam akhir dari presentasinya, Mun’im Sirry menekankan bahwa
radikalisme di perguruan tinggi adalah masalah serius yang perlu
mendapatkan perhatian, baik dalam konteks Indonesia maupun secara
global. Dia mengungkapkan keprihatinan atas fakta bahwa mahasiswa,
yang seharusnya menjadi agen perubahan yang positif, terlibat dalam
radikalisme.

Namun, dia juga mencatat bahwa tidak semua mahasiswa yang terlibat
dalam kelompok radikal kemudian akan terlibat dalam tindakan
kekerasan. Ini menjadi dasar penting untuk memahami bahwa
deradikalisasi atau pemulihan diri dari radikalisme adalah mungkin.

Dengan adanya kuliah umum yang menghadirkan wawasan yang mendalam
tentang permasalahan radikalisme di perguruan tinggi dan tantangan
yang dihadapi dalam mengatasi masalah ini, diharapkan dapat memberikan
pemahaman kepada seluruh civitas academica ITB terkait langkah-langkah
untuk mencegah dan mengatasi paham radikalisme yang negatif tersebut
dalam lingkungan pendidikan tinggi.