Prof. Nasaruddin Umar: Memaksa Orang Lain Untuk Beriman Berarti Mengambil Kewenangan Tuhan dan Nabi

“Faktor penyebab munculnya radikalisme dan terorisme terbagi menjadi 2 (dua) yaitu faktor internal dan faktor eksternal,” demikian disampaikan oleh Prof. Nasaruddin Umar ketika memberikan pidato kunci dengan judul “Membangun pemahaman Keagamaan yang Komprehensif dalam Pencegahan Terorisme” di Hotel Aston Jambi tanggal 6 Agustus 2015.

Faktor internal yang dimaksud adalah kedangkalan pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam. Dalam faktor ini terdapat setidaknya 3 fase yang dapat menggeser pemahaman seseorang hingga akhirnya terjerembab kedalam paham terorisme. Fase yang pertama adalah penguasaan Bahasa Arab alquran yang masih sangat kurang. Bahasa Arab yang digunakan alquran memiliki banyak istilah maupun kata-kata susah dicari padanannya dalam bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia.

Tokoh agama seharusnya dapat membantu msyaarakat dalam memahami istilah-istilah yang digunakan alquran, sehingga dapat terhindar dari kesalahan tafsir. Fase yang kedua adalah kurangnya pemahaman terhadap nuzul dan wurud. Setiap ayat memiliki dimensi sejarah atau historisnya sendiri; ada alasan tertentu mengapa suatu ayat diturunkan. Pemahaman yang baik terhadap nuzul dan wurud dari setiap ayat yang ada dalam alquran akan mengantarkan seseorang kepada pemahaman yang utuh dan tidak terpotong-potong. Fase internal yang ketiga adalah tidak memahami metodologi keilmuan Islam. Kesalahan dalam memahami metodologi dapat mengakibatkan kesalahan dalam hal menarik kesimpulan atau konklusi.

Prof. Nasaruddin Umar melanjutkan, selain sebab-sebab di atas, penyebab munculnya radikalisme dan terorisme berasal dari luar (faktor eksternal). Hal ini meliputi kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil dan cenderung mengorbankan kelompoknya. Penilaian ini muncul terutama ketika dirinya dan kelompoknya merasa diperlakukan tidak adil serta merasa termarjinalkan/terpinggirkan dan kemudian dapat memunculkan rasa iri terhadap kelompok lain.

Standar ganda negara-negara maju juga kerap dituding menjadi bagian lain dari faktor eksternal. Beberapa negara maju memang diduga menggunakan standar ganda dalam memperlakukan atau menjalin hubungan dengan negara-negara lain, negara yang dianggap sekutu tentu akan mendapat perlakuan istimewa.

Hal berikutnya adalah ketimpangan ekonomi global. Kesenjangan perekonomian antar negara di berbagai belahan dunia memunculkan kelompok-kelompok yang lemah secara ekonomi, kelompok ini memiliki potensi untuk berjuang/memberontak untuk kehidupan yang lebih baik. Faktor yang terakhir adalah pengaruh dari kelompok ideologi trans-nasional. Dunia kita saat ini adalah ruang tanpa batas yang membuka selebar-lebarnya pertukaran ide atau gagasan antar individu maupun kelompok.

Prof. Nasaruddin Umar menyampaikan pidato di atas di hadapan seluruh peserta dan tamu undangan yang hadir dalam acara Pelantikan dan Pengukuhan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jambi, yang disambung langsung dengan Dialog Pencegahan Terorisme dengan tema “Sinergitas Pemerintah dan Tokoh Masyarakat dalam Pencegahan Terorisme Berbasis Kearifan Lokal Guna Mendukung Kerja FKPT Provinsi Jambi”. Kegiatan ini diselenggarakn oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Salah satu ciri gerakan radikalisme dan terorisme adalah kecenderungan untuk mengkafir orang atau kelompok lain yang berbeda pandangan. “Tuhan tidak menghendaki semua manusia beriman. Oleh sebab itu, kita jangan memaksa orang lain untuk beriman. Kalau kita memaksa orang lain untuk beriman maka kita sudah mengambil kewenangan Tuhan dan Nabi. Dan juga, mengkafir-kafirkan orang lain itu tidak diperbolehkan karena yang berhak untuk menilai keimanan seseorang itu hanya Tuhan,” tutupnya.