Jakarta – Bareskrim Mabes Polri mengungkapkan, pertukaran valas melalui Money Changer banyak dimanfaatkan sebagai aksi tindak kejahatan yang menjadi tren di tengah-tengah masyarakat. Termasuk, alat transaksi pendanaan terorisme.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Tindak Pidana Khusus (Dirtipidsus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya kepada wartawan di Mabes Polri, Jumat (31/3/2017). “Transaksi kejahatan melalui money changer ini memang jadi trend. Hampir sama lewat bitcoin, tapi ini dia pegang uang fisik,” kata Agung.
Berdasarkan temuan Polri, sebanyak 750 kegiatan usaha valas non bank, ilegal. Pelaku kejahatan kerap melakukan transaksi, mengirim atau menukar uang dengan komplotannya. Seperti kejahatan pembajakan surat elektronik milik perusahaan untuk mengakses data keuangan.
“Email perusahaan dihijack, transaksi dibelokan ke suatu bank. Dari bank dibelokan lagi ke money changer bodong seperti ini. Jadi, misalnya dipindah-pindah kami tak pernah ketemu orangnya,” jelas Agung.
Dikatakan, Bareskrim bekerjasama dengan PPATK(Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menelusuri secara bersama dugaan pembiayaan terorisme. PPATK memang kini sedang berbenah untuk mengatasi hal ini. PPATK sendiri telah menemukan basis keuangan seperti Bitcoin dan PayPal yang menjadi alternatif para pelaku kejahatan untuk menyembunyikan uang mereka.
Berdasarkan penelusuran, kepolisian berhasil menemukan asal dana tindak pidana terorisme sel rekrutan pentolan Negara Islam Irak dan Suriah(ISIS) asal Indonesia milik Bahrun Naim.