JAKARTA — Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyadari bahwa persoalan radikalisme tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah, dibutuhkan sinergitas dengan semua elemen masyarakat, termasuk lembaga organisasi masyarakat yang konsen terhadap bahaya radikalisme. Harapanya masyarakat luas bisa terlibat aktif dalam program menangkal Radikalisasi. Sebab menurut Tito ada dua ideologi yang ditawarkan dalam rangka radikalisme agama. Kelompok Takfiri, yang berasosiasi dengan ISIS, dan kelompok Salafi-Jihadi yang berada pada jalur komando Al-Qaeda.
“Organisasi seperti SAS Institute semakin banyak, semakin bagus. Karena gerakan sipil seperti ini akan mencegah radikalisasi agama, serta melakukan diseminasi Islam damai, Islam Nusantara,” ucap Kapolri saat bertemu Direktur Said Aqil Siradj (SAS) Institute, M Imdadun Rahma, Jumat (6/4). Dalam pertemuan itu, Polri menggandeng SAS Insititute menangkal radikalisme dan intorelansi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran lembaga masyarakat seperti SAS sangat signifikan dalam upaya menangkal radikalisme karena dapat secara langsung bersentuhan dengan berbagai lapisan masyarakat. Tito berpendapat, organisasi seperti SAS Institute bisa melakukan kerja sama dalam program menangkal radikalisme dan intorelansi. Direktur SAS Institute, M Imdadun Rahmat, menyatakan pihaknya berkomitmen menjaga keberagaman dan toleransi umat beragama.
“Deradikalisasi itu proses. Ada ideologi kekerasan, ada aktor yang memproduk dan menyebarkannya, ada target yang disasar dan ada medianya. Kita harus bekerja untuk membendung ideologinya, membatasi ruang gerak aktor-aktornya, menghambat medianya dan memagari masyarakat agar tidak terpapar. Paling kurang dengan melemahkan dan memutus salah satunya, proses deradikalisasi akan jauh melemah,” kata dia.
seperti dikutip dari laman republika.co.id, SAS Institute hadir atas desakan situasi, di mana ideologi kekerasan semakin berkembang di Indonesia. “Radikalisasi agama adalah salah satu contoh, seperti halnya Islam selalu digunakan untuk membenarkan kekerasan atas nama agama,” ucap dia.
Secara tegas dan lugas, SAS Institute akan bersama-sama pemerintah menjaga nilai-nilai Pancasila dan Islam Nusantara sebagai warisan para Wali. “Kita melawan, dengan cara-cara yang damai dan edukatif. Narasi-narasi kekerasan kita modrasi dengan Islam rahmatan lil alamin, Islam Nusantara,” kata Imdadun Rahmat.