Polda Jateng Bekali Pemuda Lawan Radikalisme Lewat Narasi Damai dan Literasi Digital

Semarang – Di tengah derasnya arus informasi digital yang kerap disusupi paham intoleran dan radikal, Direktorat Pembinaan Masyarakat (Ditbinmas) Polda Jawa Tengah mengambil langkah proaktif dengan menyelenggarakan Workshop Pembekalan Pemuda Mitra Kamtibmas, Kamis (3/7/2025), di Plaza Hotel, Banyumanik, Kota Semarang.

Kegiatan ini melibatkan 105 peserta dari berbagai elemen pemuda, termasuk perwakilan BEM, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), remaja masjid, PC Korpri Jateng, hingga Kohati dari wilayah Jawa Tengah dan DIY.

Dirbinmas Polda Jateng, Kombes Pol Siti Rondhijah, dalam sambutannya menekankan bahwa pemuda saat ini memiliki posisi strategis dalam membentuk opini publik, terutama di ruang digital. Namun, kemahiran teknologi yang mereka miliki juga membuat mereka menjadi sasaran empuk bagi propaganda ideologi radikal.

“Melalui workshop ini, kami ingin membekali para pemuda dengan kemampuan mendeteksi gejala radikalisme sejak dini, serta membangun daya tangkal melalui narasi damai di lingkungan kampus, pesantren, hingga komunitas,” ujar Siti.

Workshop ini menghadirkan berbagai narasumber dari latar belakang yang berbeda—mulai dari eks napiter, akademisi, hingga pakar keagamaan—untuk memberi pemahaman yang komprehensif tentang bahaya radikalisme dan strategi kontra narasi yang efektif.

Salah satunya adalah Sri Pujimulyo, eks napiter sekaligus Ketua Persadani Jawa Tengah, yang membagikan pengalaman hidupnya secara langsung. Ia mengungkap bagaimana jaringan radikal merancang pendekatan yang halus namun sistematis untuk memengaruhi generasi muda.

“Radikalisme itu seringkali menyusup lewat keresahan, identitas, dan krisis sosial. Maka kita harus melawannya dengan pendekatan cerdas, santun, dan penuh kasih,” ungkap Sri.

Sementara itu, dari sisi akademik, Guru Besar UIN Walisongo, Prof. Dr. Musahadi, M.Ag, mengulas peran pemuda dalam menjaga harmoni sosial melalui pemahaman agama yang moderat. Ia menekankan bahwa kontra narasi bukan sekadar membantah, tapi menyampaikan pesan damai yang membumi dan mudah diterima.

Instruktur Nasional Moderasi Beragama Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Syamsul Ma’arif, turut memaparkan teknik deteksi dini dan pentingnya membangun literasi digital yang berbasis nilai kebangsaan dan inklusivitas. Ia mengajak peserta untuk tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga produsen narasi yang mencerahkan.

Suasana diskusi pun berlangsung dinamis. Para peserta aktif menyampaikan pandangan tentang bagaimana mengidentifikasi tanda-tanda awal radikalisasi di media sosial, serta cara membuat konten positif yang mampu bersaing di tengah banjir informasi.

Menutup kegiatan, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor—antara aparat, akademisi, dan pemuda—dalam menciptakan ruang digital yang aman dan sehat.

“Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Jangan hanya jadi penonton. Jadilah penggerak, pencipta narasi yang memperkuat persatuan dan kebhinekaan,” tegas Artanto.

Ia juga menekankan bahwa kemajuan teknologi harus dimanfaatkan untuk membangun semangat kebangsaan, bukan untuk menyebar kebencian.