Melihat pembukaan Asian Games ke 18 di Gelora Bung Karno tadi malam, tentu saja decak kagum dan kebangaan pantas dipekikkan sebagai anak bangsa. Namun, yang menarik perhatian penulis tertuju pada peserta dan kontingen dari negara dengan mayoritas muslim. Beberapa negara seperti Arab Saudi, Suriah, Pakistan, Afganistan, Irak, Palestina, Qatar dan masih banyak yang lain tampil dengan kontingen laki-laki dan perempuan.
Sepintas tidak ada bedanya dengan kontingen negara yang lain. Busana yang menunjukkan identitas keislaman mereka juga beragam. Bahkan penutup kepala bagi perempuan (jilbab) juga sangat beragam. Bahkan ada pula perempuannya yang tidak menutup aurat kepalanya. Perempuan dari kontingen Arab Saudi, misalnya, mereka tidak memakai cadar. Bahkan mereka tidak secara tegas menutup kepala karena masih tampak rambut di bagian depan.
Ketika anda menonton pembukaan Asian Games di Jakarta Sabtu malam, apakah ada kesamaan dari segi busana antara kontingen dari negara-negara Islam? Jawabannya tidak! Mereka berpakain sesuai budaya dan kebanggaan nasionalitasnya. Agama adalah nilai dan ajaran. Budaya dan identitas nasional merupakan wadah bagi mereka mengekspresikan nilai dan aturan agama.
Fakta Islam telah tersebar di seluruh penjuru dunia. Dan fakta Islam telah diterima dan diwujudkan dalam ekspresi budaya di masing-masing negara yang berbeda. Tentu saja hal yang esensial tidak bisa dirubah, tetapi cara dan ekspresi umat Islam di negara-negara muslim sangat beragam yang dikawinkan dengan budaya dan lokalitas masing-masing. Sesungguhnya tidak ada Islam yang tunggal dalam ekspresi budaya. Tidak bisa saling memaksakan ekspresi budaya Islam negara lain terhadap muslim lainnya di negara yang berbeda.
Ini pula yang telah ditampilkan oleh umat Islam di Indonesia yang berbeda dengan ekspresi budaya, tradisi, pakaian dan lainnya dengan muslim negara lain. Tarian Saman yang dipentaskan dalam kegiatan pembukaan Asian Games merupakan ekspresi perkawinan Islam dan budaya lokal yg khas. Tentu saja di negara-negara muslim lain akan berbeda ekspresi yang ditampilkan. Apakah ekspresi budaya itu akan meruntuhkan iman? Tidak! Kekayaan budaya adalah media meneguhkan dan menyebarkan syiar agama.
Ketika melihat secara gamblang perkawinan budaya dan Islam di masing-masing lokalitas akan tergambar bahwa Islam sangat beragam ekspresi. Lihatlah struktur bangunan masjid dan ornamennya di masing-masing negara. Sangat berbeda dan tidak ada yang tunggal. Cara pakain dengan prinsip menutup aurat diekspresikan dalam budaya yang berbeda-beda. Keragaman ini menunjukkan Islam sangat kreatif, dinamis dan inovatif. Dengan kata lain tidak monoton dan menjemukan.
Keikutsertaan negara-negara Islam dalam ajang internasional seperti Asian Games membuktikan Islam tidak mengisolir diri dari kancah global. Islam tidak menutup diri dari perubahan. Islam bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dan apapun negaranya yang menutup diri akan tergilas zaman.
Apa yang ingin dikatakan sejatinya Islam itu ruh dan nilai setiap umat Islam di manapun ia berada. Mempraktekkan ajaran Islam memang harus sama. Tetapi mengekspresikan identitas Islam pastilah berbeda antara satu dengan yang lainnya. Bayangkan jika ada kewajiban warna dalam aturan Islam. Semua umat islam harus memakai gamis warna hitam. Tentu saja Islam sangat monoton dan menjemukan.
Kekayaan tradisi dan budaya adalah sunnatullah. Islam tidak boleh melawan tradisi dan budaya. Selama tidak bertentangan dengan keyakinan, budaya dan tradisi dapat dijadikan instrumen untuk memperkaya khazanah Islam. Inilah sebenarnya yang dilakukan para pendakwah Islam di Nusantara dengan menjadikan budaya sebagai media komunikasi Islam.