Padang – Terorisme merupakan penggunaan kekerasan dengan menggunakan teror untuk mencapai tujuan terutama dalam tujuan politik. Dalam prakteknya, kelompok teror selalu menggunakan agama sebagai tameng pembenaran.
Demikian diungkapkan oleh Ketua pengurus Aisyiyah Sumatera Barat, Dra. Hj. Meiliarni Rusli, M.Ag dalam kegiatan Rembuk Kebangsaan Perempuan Pelopor Perdamaian yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), di Padang, Kamis (14/9/2017). Kegiatan yang dihadiri oleh 70 peserta dari berbagai kalangan Sewilayah Sumatra Barat merupakan salah satu bentuk pelibatan pemuda dan perempuan yang dilaksanakan oleh BNPT melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) sebagai mitra strategis di daerah.
“Saya tidak sepakat dengan Islam Radikal, karena Islam itu agama rahmatan lil alamin. Islam tidak mengajarkan kebencian apalagi mengajarkan teror dan bunuh diri.”tegas Meiliarni.
Untuk meluruskan paham tersebut, menurut Meiliarni perlu keterlibatan semua pihak terutama perempuan. Peran perempuan sangat strategis dalam upaya melawan paham kekerasan dan terorisme.
Sebelum kemerdekaan perempuan berperan dalam memberantas kekerasan. Perempuan tidak hanya bertugas macak, masak dan manak. Tapi perempuan bisa berperan memberantas radikalisme terorisme dengan ketrampilan dan kepintaran kita.
“Kita gerakkan keilmuan kita agar ekonomi kita menjadi stabil sehingga tidak mudah terpapar radikalisme, gerakan penguatan keluarga dengan mendidik anak dan memupuk kasih sayang dalam keluarga” imbuh Meiliarni.
Dosen Senior Ilmu Komunikasi IAIN Imam Bonjol ini menegaskan pentingnya pendidikan perempuan dalam keluarga. Pendidikan merupakan kunci dalam memberikan wawasan kepada anak agar terhindar paham radikal, terutama melalui pendidikan keluarga.
“Sistem pendidikan kita adalah sistem doktrin bersifat kognitif. Doktrin membuat anak tidak memiliki karakter, sehingga pendidikan karakter saat ini sangat diperlukan untuk membangun karakter anak, akan tetapi hal ini harus didukung peran orang tua dalam mendidik anak.” pungkas Meiliarni.