Pencegahan Konflik Sosial Jadi Kunci Kepercayaan Publik

Jakarta – Kapolri, Jenderal Pol. Tito Karnavian, berbicara soal resep kepemimpinan dan kebijakannya sebagai Kapolri sejak Juli 2016. Khususnya tentang bagaimana merebut kepercayaan publik melalui konsep Promoter (profesional, modern, terpercaya) yang diusungnya.

”Kuncinya adalah pada kata akhir, terpercaya. Bagaimana untuk merebut kepercayaan publik melalui dua langkah utama yaitu meningkatkan profesionalisme sekaligus melakukan modernisasi karena sekarang dunia adalah dunia IT (information technology), dunia zaman now,” kata Tito dalam Rapim Polri di PTIK, Jakarta, Rabu (24/1/2018) seperti dikutip Beritasatu.com.

Tito melanjutkan bahwa di awal 2016, tingkat kepercayaan publik kepada Polri termasuk tiga terendah bersama dua instansi lain. Makanya Promoter dia genjot dengan tiga poin saja. Poin pertama fokus pada meningkatkan kinerja dan memperbaiki layanan publik.

Misalnya publik bisa mendapatkan akses melapor dan lalu polisi bisa datang dengan cepat. Kalau berbasis IT, maka masyarakat yang melapor tidak harus ke kantor polisi tapi kemudian bisa menggunakan gadget atau gawai melalui aplikasi dan lainnya.

”Kemudian penegakan hukum yang profesional, terutama, yang harus dibenahi adalah di bidang reserse. Ketiga adalah pemeliharaan kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat), menjaga kamtibmas. Polri harus bisa membuktikan mampu menjaga kamtibmas. Penekanan saya cuma satu, yang paling utama, cegah konflik sosial,” tegasnya.

Kasus-kasus konvensional bisa terus terjadi, misalnya pencurian kendaraan bermotor hingga seribu kali terjadi dalam satu hari di satu kota, tapi, menurut Tito, ini tidak akan membuat pemerintah dan masyarakat terganggu dan bahkan lumpuh kegiatannya.

”Tapi sekali terjadi konflik sosial massal, berbau suku, ras, seperti di Tanjung Balai Sumut beberapa saat lalu, apalagi yang berbau keagamaan, ini tak boleh terjadi. Cukuplah Ambon, cukuplah Poso. Poso dan Ambon pun kita selesaikan dalam waktu yang sangat lama,” tambahnya.

Bahkan konfik di Poso yang pecah sejak 1998 -sampai dengan hari ini pun – belum tuntas dengan digelarnya operasi Tinombala yang masih terus berlanjut. Oleh karena itu pencegahan konflik sosial menjadi kunci.

Alumni Akpol tahun 1987 ini pun mengancam para pejabat struktural jika gagal mencegah konflik komunal yang terjadi di daerahnya. ”Penekanan saya kepada jajaran lakukan pencegahan, pemetaan potensi konflik, selesaikan potensi itu jangan sampai meledak. Kalau sampai meledak maka dari Mabes Polri akan menurunkan dua tim. Tim Irwasum dan tim Propam,” kata Tito.

Propam dan Irwasum akan mengecek apakah konflik itu terjadi tanpa ada informasi intelijen, baik dari jajaran intelijen maupun Binmas, kepada para kepala satuan baik Kapolres atau Kapolda. Kalau ternyata tidak ada masukan informasi dari jajaran intelijen, Binmas, maka pimpinan Binmas dan pimpinan intelnya akan dicopot.

”Berarti mereka enggak kerja. Tingkat Polres Kasat Intel copot, Kasat Binmas copot. Tingkat Polda Dirintel copot, kemudian Dirbinmas copot. Bhabinkamtibmas-nya enggak jalan. Tapi kalau feeding sudah diberikan oleh kedua fungsi bahwa akan terjadi potensi konflik dan akan meledak dan telah disampaikan ke Kapolda, tapi Kapolda tidak melakukan reaksi atau respons yang tepat, Kapoldanya saya copot, Kapolresnya copot,” urainya.