London – Pemahaman jihadis di balik aksi brutal kelompok pendukung Islamic State (ISIS) berhasil diungkapkan para ahli dari lembaga kontra-ekstrimis, Quilliam. Pengungkapan diumumkan setelah selama dua tahun Quilliam membedah 20 bab buku Fiqh al-Dima setebal 579 halaman yang ditulis penggagas ideologi ISIS, Abu Abdullah al-Muhajir.
Buku tersebut menjabarkan pengesahan atau legitimasi tindakan barbar kelompok jihadis terhadap para pihak yang dianggap kafir atau tak sejalan dengan mereka. Tindakan boleh dilakukan dengan memutilasi korban, memperdagangkan organ tubuh musuh, memenggal kepala, membunuh anak-anak musuh, melakukan operasi bumi hangus, dan serangan teroris secara global.
“Berdasarkan penelitian kami, banyak hal mengejutkan yang didapat. Semua teori dan pemahaman ditulis dengan mencampur hampir semua ilmu barat dan Arab dan dimanipulasi ke dalam dalil-dalil ajaran Islam,” kata peneliti senior Quilliam, Syekh Salah al-Ansari dilansir dari The Guardian, Minggu (13/5).
“Kami harus membongkar dan mengekspos seluruh naskah buku Fiqh al-Dima yang tak menarik namun sangat berbahaya ini ke seluruh dunia,” lanjut peneliti yang juga bertugas membuat sanggahan atas ajaran buku tersebut berdasarkan Al-Qur’an, dan referensi lain terkait tindakan yang dilarang oleh etika perang Islam dan moralitas ke-Islaman.
Dikatakan, judul-judul dari bab 11 dan 12 buku Fiqh al-Dima tegas menjelaskan tentang pemenggalan kepala dan mutilasi, penculikan orang-orang kafir, dan cara membunuh mata-mata berdasarkan sanksi Islam. Ada juga penjelasan yang menerangkan perihal membunuh tanpa pandang bulu terhadap orang-orang kafir yang bertikai.
“Dalam buku juga ada seruan dengan kalimat: Bunuh mereka, lawan mereka dengan segala cara untuk merenggut jiwa mereka, mengusir ruh mereka dari tubuh, membersihkan bumi dari kotoran mereka, dan hilangkan siksaan mereka dari umat manusia. Siksaan dimaksud dalam buku tersebut adalah ajaran yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam,” urai Syekh Salah al-Ansari.
Dalam bab lainnya, dia melanjutkan, juga ditegaskan pembenaran untuk menggunakan senjata pemusnah massal. “Tujuan utama perjuangan kami – dan kami melakukannya dengan semua kekuatan yang tersedia – adalah perolehan senjata, senjata pemusnah massal. Tidak ada kewajiban kami untuk membela para pengkhianat karena harus mengakhiri agresi kebusukan terhadap Islam dan orang-orangnya,” papar al-Ansari mengutip tulisan Abu Abdullah al-Muhajir dalam buku tersebut.
“Pembaca yang tak punya dasar pemahaman ajaran Islam yang kuat saya pastikan mudah tergoda bila membacanya. Pasalnya seluruh teks ditulis seperti bacaan tradisional dengan kesan bobot religius yang tinggi,” jelasnya lagi.
Salah satu contoh, lanjut dia, adalah penjelasan tentang perbedaan “tanah Islam” dan “tanah ketidakpercayaan (kufur)” serta ajakan moral bahwa jihadis berkewajiban melawan orang-orang kafir.
“Seluruh konstruksi biner atau proses pemahaman secara universal dan fundamental dari buku ini menegaskan ajaran para teolog Muslim dianggap ketinggalan zaman. Pembenarannya adalah justifikasi stigma pengkafiran atau takfiri terhadap para pihak yang tak sepaham dengan mereka meski sebenarnya absurd,” Ansari memaparkan.
Peneliti Quilliam berhasil mendapatkan salinan manual buku Fiqh al-Dima secara online pada tahun 2015. Buku ini diketahui sebagai panduan untuk mengajar rekrutan baru Khalifah ISIS di Suriah dan Irak.
Interpretasi jihadis dari buku ini juga digunakan kelompok teroris al-Qaida dan kelompok pemberontak Islam Nigeria, Boko Haram, untuk membenarkan tindakan kekejaman.
“Dan berdasarkan penelitian kami buku ini juga sudah dianggap sebagai Alkitab atau ajaran inti bagi sekitar 6.000 muslim Eropa pro ISIS, yang mana sekitar 850 orangnya berasal dari Inggris,” pungkasnya.