Kupang – 14 Januari 2016 lalu bangsa ini dikejutkan dengan aksi penyerangan dan peledakan bom yang terjadi tepat di tengah jantung ibu kota, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Kemudian, pada 5 Juli 2016 atau sehari menjelang Hari Raya Idul Fitri, kita digemparkan atas aksi bom bunuh diri yang terjadi di markas Polresta Surakarta, Jawa Tengah.
Imam Besar Masjid Istiqlal yang juga Tim Ahli BNPT Prof. Dr. Nasarudin Umar, MA, mengatakan bahwa aksi teror tersebut menyadarkan bangsa Indonesia bahwa terorisme menjadi ancaman laten dan terus berpotensi mengancam keamanan dan kedaulatan negeri ini.
“Pelajaran penting yang kita dapat dari peristiwa pelaku teror tidak lain adalah mereka (pelaku) masih muda. Beberapa di antara mereka masih berusia 25-35 tahun yang sejatinya masih usia produktif untuk bisa berbuat yang terbaik buat keluarga dan bangsa. Tapi mereka justru melakukan tindakah bodoh yaitu bunuh diri, yang jelas-jelas dilarang agama,” ungkap Nasarudin saat menjadi narasumber pada membuka “Dialog Lintas Agama Pencegahan Paham Radikal Terorisme di Provinsi Nusa Tenggara Timur” di Hotel Neo Kupang, Kamis (14/07/2016).
Prof. Nasarudin melanjutkan bahwa ketika masyarakat berani dan seluruh komponen bangsa bersatu, terorisme akan menjadi musuh bersama. Itulah semangat yang harus tetap dirawat dan dipelihara bersama, yakni semangat kebersamaan dalam mencegah dan melawan terorisme.
Karena itulah, ia menilai FKPT sebagai mitra strategis BNPT di daerah menjadi sangat penting untuk selalu melibatkan tokoh agama serta komponen bangsa lainnya sebagai kekuatan dan modal besar untuk melawan terorisme dan ancaman kekerasan lainnya.
“Terorisme bisa terjadi di mana pun dan kapan pun. Para pelaku juga merupakan bagian dari masyarakat yang setiap saat mendiami dan ada di lingkungan sekitar kita,” tandas Prof. Nasarudin.