Salatiga — Pelajar tak hanya penerus bangsa, tetapi juga garda depan
dalam merawat kerukunan dan menangkal paham-paham yang memecah belah.
Hal itu menjadi benang merah dalam Seminar Orientasi Kewaspadaan
Nasional Tingkat Kota Salatiga 2025, yang berlangsung di Gedung
Pertemuan Daerah (GPD), Rabu (18/6/2025).
Dalam sambutannya, Wali Kota Salatiga Robby Hernawan mengajak 100
pelajar dari SMA, SMK, dan MAN se-Kota Salatiga untuk menjadi agen
perubahan yang aktif mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan
solidaritas sosial di lingkungan sekolah dan masyarakat.
“Toleransi bukan soal menyamakan semua perbedaan, tapi tentang saling
menghormati dan menciptakan ruang yang damai dan inklusif. Dan pelajar
punya peran vital untuk menumbuhkan itu sejak dini,” ujar Robby.
Ia juga menyampaikan rasa syukurnya karena Salatiga baru saja
dinobatkan sebagai kota paling toleran di Indonesia oleh Setara
Institute. Namun, menurutnya, pengakuan tersebut bukan tujuan akhir,
melainkan awal dari komitmen berkelanjutan untuk memperkuat budaya
toleransi, khususnya di kalangan generasi muda.
Mengusung tema “Peran Pelajar Menumbuhkan Ekosistem Toleransi di
Lingkungan Sekolah dalam Upaya Pencegahan Ekstremisme dan
Radikalisme”, seminar ini merupakan salah satu langkah preventif yang
dirancang oleh Badan Kesbangpol Salatiga.
Kepala Bidang Kewaspadaan Nasional dan Penanganan Konflik, Upik
Nurhayati, menegaskan bahwa sekolah memiliki peran strategis sebagai
benteng pertama dalam menghadang penyebaran radikalisme.
“Lingkungan yang sehat, aman, dan inklusif adalah modal utama mencegah
masuknya paham yang memecah belah. Bahkan, perilaku bullying pun
merupakan bentuk intoleransi yang harus kita lawan bersama,” jelas
Upik.
Seminar ini menghadirkan narasumber dari Polres Salatiga, Dinas
Pendidikan, serta Psikolog Klinis dari UIN, yang membekali pelajar
dengan pemahaman menyeluruh tentang pentingnya toleransi, empati, dan
kewaspadaan dini terhadap pengaruh ekstremisme.
Dengan semangat kebhinekaan yang telah mengakar di Kota Salatiga, para
pelajar diharapkan dapat menjadi pelopor perdamaian di lingkungannya
masing-masing — bukan hanya sebagai siswa, tapi sebagai pemimpin masa
depan yang membawa Indonesia menuju arah yang lebih inklusif dan
beradab.