New York – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khawatir teror ISIS akan kembali mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Kelompok teroris itu disebut sedang berusaha memperbarui aktivitas mereka.
Vladimir Voronkov, kepala UN Office of Counter-Terrorism (UNOCT), menjelaskan bahwa ISIS menggunakan teknologi untuk melakukan radikalisasi terhadap anak-anak muda. ISIS mendapat momentum pada paruh kedua 2020 ketika banyak orang terkena lockdown.
Dilaporkan Arab News, Kamis (11/2/2021), Voronkov berkata ISIS masih melakukan serangan di Irak dan Suriah meski sudah kehilangan kekhalifahan mereka di dua negara tersebut. ISIS juga beroperasi di daerah perbatasan yang tak dilindungi.
Pada 2019, Presiden AS Donald Trump berkata ISIS sudah 100 persen sudah dikalahkan. Namun, Vorokov cemas ISIS bisa bangkit lagi pada 2021.
Vorokov berkata kelompok teroris menggunakan teknologi untuk menggaet anak-anak muda yang online selama pandemi COVID-19.
“Ini bisa berujung pada serangan mendadak di beberapa negara ketika pembatasan gerakan terkait COVID-19 melonggar,” kata Voronkov.
Voronkov berkata dan sekitar 10 ribu petarung ISIS yang masih memberikan ancaman global dalam jangka panjang. Mayoritas dari mereka ada di Irak.
“Mereka terorganisir di sel-sel kecil, bersembunyi di padang pasir dan area-area pedesaan dan bergerang pada perbatasan (Irak dan Suriah) untuk melakukan serangan,” jelas Voronkov.
Masalah lain yang disorot Voronkov adalah camp Al-Hoj dan Roj di timur Laut Suriah. Di lokasi itu ada 90 ribu orang dari 57 negara yang memiliki koneksi dengan militan ISIS.
Mayoritas dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. PBB meminta agar anggota keluarga ISIS itu dikembalikan ke negara-negara asalnya, namun sejauh ini banyak negara yang menolak.