New York – Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mengatakan ancaman dari kelompok ISIS terhadap perdamaian dan keamanan internasional mulai meningkat. Pernyataan itu tertuang dalam laporan terbaru ke Dewan Keamanan PBB, Rabu (4/8).
Dikutip dari SCMP, laporan itu memberi perhatian khusus kepada afiliasi ISIS di Afrika yang mulai menunjukkan tekadnya menghidupkan kembali khilafah di Suriah dan Irak.
Laporan juga menyebut ISIS dan kelompok teroris lainnya telah memanfaatkan kelengahan dan kemunduran pembangunan yang disebabkan pandemik COVID-19.
Guterres memaparkan kebijakan penguncian atau lockdown di daerah non-konflik juga terbukti efektif untuk menekan aktivitas terorisme. Namun, kebijakan serupa tidak mampu untuk menekan akselerasi Daesh, sebutan lain ISIS, di wilayah konflik.
“Ketika pembatasan terkait pandemi berangsur-angsur berkurang, ada ancaman jangka pendek yang meningkat dari serangan yang diilhami ISIS di luar zona konflik oleh aktor tunggal atau kelompok kecil yang telah diradikalisasi, dihasut dan mungkin secara langsung dari jarak jauh secara online,” katanya.
Lebih lanjut, terang Guterres, kebangkitan ISIS merupakan dampak negatif dari perkembangan teknologi yang semakin masif selama pandemik. “Ada potensi teknologi baru yang muncul untuk tujuan terorisme,” tutur dia.
Dalam menilai ancaman ISIS, Guterres mengatakan pemimpinnya Amir Muhammad Sa’id Abdal-Rahman al-Mawla tetap enggan untuk berkomunikasi langsung dengan para pendukungnya.
“Komando dan kontrol kelompok atas afiliasi globalnya telah melonggar, meskipun terus berlanjut untuk memberikan bimbingan dan beberapa dukungan keuangan,” ulas dia.
Meski komando dari ISIS pusat melemah, sayangnya otonomi afiliasi regional justru semakin menguat, terutama di wilayah Afrika Barat, Sahel, Afrika Timur dan Tengah, Afghanistan, dan Asia Selatan. Evolusi ini dinilai akan menjadi faktor penting dalam menilai ancaman ISIS di masa depan.