Washington – Badan Kontra Terorisme Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan saat ini kelompok teroris ISIS masih tetap eksis dan bergerak dalam situasi pandemi virus corona (Covid-19).
Mereka memperkirakan ada lebih dari 10 ribu milisi ISIS yang kembali menyatukan kekuatan di perbatasan Irak dan Suriah.
Menurut laporan Kepala Badan Kontra Terorisme PBB, Vladimir Voronkov, kepada Dewan Keamanan PBB, para milisi itu terpencar menjadi kelompok-kelompok kecil. Namun, ada tanda-tanda mereka kembali gencar melakukan serangan meski tidak sebesar sebelumnya.
Para simpatisan dan milisi ISIS itu juga kembali bergerak di negara-negara dekat zona konflik.
“Namun, kegiatan dan ancaman mereka di zona non-konflik agak menurun dalam jangka pendek. Seluruh bentuk kebijakan seperti pembatasan sosial dan penguncian wilayah akibat Covid-19 secara langsung berdampak menekan serangan teror di banyak negara,” kata Voronkov, seperti dikutip Associated Press, Rabu (7/9).
Meski demikian, Voronkov menyatakan pola serangan acak yang dilakukan seorang diri oleh milisi dan simpatisan ISIS masih menjadi ancaman. Dia mengatakan, propaganda ISIS secara daring juga tidak surut di tengah pandemi.
Selain itu, Voronkov menyatakan ISIS juga mengeksploitasi dampak pandemi terhadap kondisi ekonomi dan politik di dunia.
Voronkov menyatakan kelompok ISIS di Afrika Barat juga masih bergerak. Bahkan menurut dia, kelompok itu diperkirakan mempunyai 3.500 anggota. Selain itu, ancaman juga datang dari kelompok ISIS Sahara yang bersembunyi di antara Burkina Faso, Mali dan Niger.
Dia mengatakan milisi ISIS terlibat peperangan di Libya meski dalam jumlah kecil. Namun, kata dia, kelompok teroris itu memicu pertentangan di antara suku-suku di Libya dan menjadi ancaman di kawasan perbatasan.
Selain itu, kelompok ISIS di Afrika Tengah juga masih terus menyerang penduduk pedesaan di Kongo dan Mozambik.
Milisi ISIS di Afghanistan, kata Voronkov, juga terlibat peperangan dengan banyak pihak. Termasuk pasukan koalisi asing dan Taliban.
Malah, kata Voronkov, ISIS Afghanistan atau ISIS Khurasan mencoba merekrut anggota dengan propaganda menentang perjanjian damai antara Taliban dan AS.
Sementara di Eropa, ISIS merekrut simpatisan dengan menggunakan propaganda radikalisasi secara daring.