Pancasila sebagai Suluh Kebudayaan: Pemerintah Dorong Kolaborasi dan Digitalisasi untuk Majukan Budaya Indonesia

Jakarta — Pancasila bukan hanya dasar negara, tetapi juga menjadi
suluh atau penerang arah dalam setiap langkah pembangunan kebudayaan
di Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal
Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Judi Wahyudin,
dalam Webinar Forum Studi Antar Budaya (FSAB) bertajuk “Suluh
Pancasila untuk Memajukan Kebudayaan Indonesia dan Perdamaian Dunia”,
yang digelar Selasa (10/6/2025).

Dalam paparannya, Judi Wahyudin menjelaskan bahwa saat ini pemerintah
tengah melakukan penataan kelembagaan baru di sektor kebudayaan.
Langkah ini dilakukan untuk memperkuat peran institusional dalam
melindungi, mempromosikan, dan mengembangkan kebudayaan nasional
secara lintas sektor.

“Pancasila adalah energi pemandu, menjadi pijakan utama bagi semua
lembaga negara, termasuk kerja-kerja kebudayaan,” ungkap Wahyudin.

Meski proses transisi kelembagaan masih berlangsung, berbagai program
kebudayaan disebutnya telah berjalan aktif. Beberapa di antaranya
adalah pendampingan komunitas adat, pelestarian museum, dan penguatan
ekosistem budaya lokal.

Wahyudin menekankan bahwa keterbatasan sumber daya tidak menyurutkan
komitmen pemerintah. Justru, kata dia, prinsip gotong royong menjadi
kunci utama dalam menjalin kolaborasi, baik dengan masyarakat, lembaga
swasta, maupun mitra internasional.

“Contohnya dalam pengiriman delegasi seni ke luar negeri, kami
menggandeng berbagai pihak. Ada yang dari dana publik, ada juga yang
disokong mitra swasta. Ini bentuk konkret gotong royong dalam
diplomasi budaya,” jelasnya.

Lebih jauh, Wahyudin menggarisbawahi pentingnya pemanfaatan teknologi
digital dalam menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila melalui
kebudayaan. Menurutnya, cara-cara konvensional saja tidak lagi cukup
untuk menjangkau generasi muda dan komunitas global.

“Alih media, digitalisasi basis data, hingga gamifikasi bisa menjadi
pintu masuk baru untuk mengomunikasikan pesan budaya. Budaya lokal
harus bisa tampil dengan cara yang menarik dan relevan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti urgensi penguatan sumber daya manusia pelaku budaya
melalui program sertifikasi dan pengembangan manajemen talenta
nasional. Pengakuan profesional terhadap pelaku budaya dianggap
sebagai bagian dari upaya jangka panjang untuk membangun fondasi
ekosistem budaya yang tangguh dan berkelanjutan.

Wahyudin menutup pernyataannya dengan menyerukan pentingnya kolaborasi
lintas sektor demi memperkuat peran budaya Indonesia di kancah global.

“Budaya adalah kekuatan lunak (soft power) bangsa. Jika dibarengi
semangat Pancasila dan kerja bersama, maka budaya Indonesia bisa
berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa besar dunia,” tutupnya.

Webinar ini menjadi salah satu ruang reflektif sekaligus strategis
untuk menyelaraskan visi kebudayaan Indonesia dengan nilai-nilai
Pancasila dan upaya diplomasi perdamaian global. Kehadiran pemangku
kebijakan, akademisi, dan pelaku budaya dalam forum ini juga
menandakan komitmen bersama dalam membangun masa depan budaya yang
inklusif, berdaulat, dan berdaya saing.