Ibu Kota Tersepi di Dunia
Kalau kita berjalan di tengah ibu kota suatu negara, maka yang ada di benak kita adalah suasana hiruk-pikuk dan padatnya manusia yang hilir mudik dan lalu lalang di pusat-pusat pertokoan. Bahkan sering kali di pusat-pusat sentra keramaian, kita harus beradu bahu, saling bersenggolan,,dan antri untuk melewati kerumunan orang. Tidak jarang berjalan harus memiringkan badan. Tentu pasti ditemukan juga jalan yang terlihat ramai dilalui beraneka ragam jenis kendaraan.
Lazimnya di sebuah ibu kota negara, berbagai merek kendaraan buatan Eropa, Amerika, Korea dan lain berseliweran di jalan raya. Dan di negara yang pertumbuhan ekonominya cenderung meningat, bahkan pertumbuhan jalan yang tidak seimbang dengan populasi kendaraan berakibat kemacetan yang luar biasa. Di negara-negara maju, walau manusia tidak sepadat di negara berkembang, kesibukan di dalam gedung-gedung pemerintah juga tidak kala padat. Pada jam-jam bubaran kantor, kereta api, bus, dan terminal dipenuhi penumpang.
Tapi, apalah jadinya bila di tengah ibu kota negara kita melihat banyak kerbau melintas di tengah jalan raya. Sebaliknya tidak kelihatan satupun manusia melintas di jalanan tersebut. Tidak ada juga manusia duduk di taman-taman kota. Jangankan mall dan pusat perbelanjaan, kios-kios kecil dan warung kelontongan susah ditemui.
Bagaimana dengan Hotel? Untuk yang satu ini, j angan salah. Di sana ada beberapa hotel bintang lima. Hotel-hotelnya terbilang sangat mewah dengan fasilitas standar internasional. Aneh memang, hotel-hotel tersebut hanya dipenuhi oleh orang pemerintahan yang sedang mengikuti rapat atau orang asing yang bertamu atau konferensi.
Jalan raya sepi. Harus menunggu 20 menitan baru kita akan melihat kendaraan melintas dengan kecepatan sedang. Itupun kendaraan dinas suatu departemen pemerintahan..Jangan heran bila dalam perjalanan kendaraan akan melindas kotoran kerbau. Sepertinya jumlah kerbau jauh lebih banyak populasinya dari penduduk di kota ini. Hampir setiap sepuluh meter kendaraan berjalan, kita akan melihat segerombolan kerbau mencari makan di pinggir jalan atau yang sedang berkubang.
Tapi, di sisi lain mungkin hanya di kota ini terdapat jalan yang mempunyai enam belas jalur yang sangat lurus. Dalam pengamatan penulis mungkin dalam keadaan darurat pesawat terbang bisa landing di jalan utama kota ini. Di depan jalan yang super lebar itu berdiri megah gedung DPR. Mungkin luasnya lima kali lebih besar dari gedung DPR RI di Jakarta. Itulah ibu kota myanmar Nay Pyi Daw yang diresmikan sejak tahun 2005.
Negara dengan potensi sumber daya memadai dengan dengan ancaman konflik yang homegrown dan domistik terpelik di asean.
Sebagai sebuah negara, tentu situasi politik domestik akan menjadi kunci berjalannya pembangunan, ekonomi dan sosial. Pra syarat pembangunan adalah adanya stabilitas keamanan. Keamanan yang memadai dan sumberdaya alam akan menjadi daya tarik bagi investasi. Sumber daya alam yang melimpah tanpa Industrial security guarantee tentu merupakan kesia-siaan.
Negara Myanmar adalah sebuah contoh. Negara yang secara geografis teletak di bagian barat laut Asia Tenggara, secara astronomis terletak pada garis 10,5º LU – 26º LU dan 93º BT – 111,5º BT. Luas negara ini, sekitar 676.551 km². Secara geografis batas negara Myanmar adalah, utara : China, timur : Laos dan Thailand, selatan: Laut Andaman, barat : Teluk Benggala, Bangladesh, dan India.
Secara cultural, ada berbagai suku bangsa di Myanmar seperti Burma, Shan, Karen, Rokhin, Mon, dan Kachin. Agama mayoritas adalah agama Buddha. Agama lslam juga berkembang di negara ini, begitu pula Hindu, Kristen, dan kepercayaan. Masyarakat menggunakan bahasa Myanmar, Inggris, Mandarin, dan India.
Sementara mata pencarian mayoritas penduduk adalah pertanian. Hasil pertanian yang dominan adalah kapas, kacang tanah, dan tembakau. Ada juga hasil perkebunan lain tebu dan kayu jati. Negeri ini juga menonjol dengan hasil pertambangannya seperti ; seng, tembaga, emas, perak, timah dan minyak bumi. Lebih dari 50% ekspor berasal dari ekspor pakaian. Myanmar juga memiliki hutan yang cukup luas. Terdapat lebih dari 100 jenis pohon menjadi komoditas berharga.
Namun, negara yang penduduknya ramah ini ternyata memiliki sejarah pelik dan getir. Penulis akan memotret tantangan tersebut dengan melihat di mana letak posisi strategis Indonesia.
Tantangan Myanmar dan Pentingnya posisi Indonesia
Kerjasama sharing informasi terkait berbagai isu terorisme yang penulis ikuti dalam Dialogue Limited Roundtable on Counter-Terrorism pada tanggal 23 Agustus 2017, dihadiri pejabat penting Myanmar antara lain ; National Security Advisor to the Union Government, Deputy Minister, Ministry of Border Affairs, Directorate of People Relations and Psychological Welfare, Office of the Commander-in-Chief, International Organizations and Economic Department, Ministry of Foreign Affairs, Director-General Strategic Studies and Training Department, Ministry of Foreign Affairs, Ministry of the Office of the State Counsello / NRPC, Ministry of Labour, Immigration and Population, Chief of Head of Division Against Transnational Crimes, serta perwakilan Myanmar Police Force.
Pertemuan strategis ini telah mengidentifikasi dan menunjukan betapa Myanmar ingin mempelajari apa yang telah dilakukan Indonesia dalam konsep pencegahan dan praktek menanggulangi terorisme. Pergolakan yang terjadi di Myanmar baik oleh kelompok Ma Bha Ta yang telah dibubarkan maupun yang menjelma menjadi organisasi pecahan dan sempalan yang lain ataupun isu beberapa kelompok radikal mengatasnamakan Rohingya yang telah berafiliasi dengan Al Qaedah merupakan tantang radikalisme di negeri tersebut. Termasuk tentang Al Qaedah yang telah memiliki cabang di Myanmar. Begitupun adanya kontak individu Rohingya dengan Harakat-ul-Jihad al Islami yang merupakan undebow al Qaedah di Bangladesh.
Pelbagai tantangan tersebut tentu sangat memusing otoritas Myanmar. Belum lagi adanya hasil monitor pemerintah bahwa sel Bangladesh pernah menekan Arno ( Arakan Rohingya National Organization) untuk berdialog dengan Kareni National Progressive Party (KNPP) untuk memindahkan pangkalan mereka ke wilayah yang berbatasan dengan Thailand akan menjadi ancaman laten. Belum lagi persoalan keinginan lama Arno untuk bergabung dengan Diplomatic Alliance Burma (DAB) yaitu pemberontak Myanmar di perbatasan Thailand.
Tantangan laten lain, yakni adanya berbagai kelompok religius fundamentalis seperti Rohingya Solidarity Organization (RSO), Arakan Rohingya Islamic Front (ARIF), Harakatul Jihad al Islami (HJI), Rohingya National Council (RNC), Moslem Salvation Organization of Burma (MSOB), All Burma Moslem Union (ABMU), Tehrik el-Taliban Pakistan (TTP), Aqamul Mujahidin/Harakah al Yaqin. Berbagai kelompok tersebut menuntut adanya tindakan tegas dengan berpedoman dengan norma-norma human right dan universalitas.
Dengan berbagai sukses Indonesia dalam mengidentifikasi seluruh jaringan sel teroris sejak fenomena pemberontakan, fenomena subversif, makar dan jaringan terorisme yang menyingkap dan menangkap generasi ke-1 sampai dengan generasi ke-4, Myanmar ingin mendapat pengetahuan dari Indonesia. Indonesia dilihat sangat menguasai peta regional terorisme. Penggunanan militer di Indonesia dalam penanganan terorisme tidak menimbulkan gejolak, sementara di Myanmar selalu menjadi isu kemanusian. Karenanya Myanmar ingin berbagi dan sharing tehnik dengan Indonesia.
Usulan Pemikiran Praktis
Sebagai negara sahabat, dengan konsep berpikir kolaborasi efektif dalam menangani terorisme, dalam pertemuan itu penulis memberikan beberapa masukan:
1) prominent leaders intensive communication – yaitu pemerintah Myanmar diberikan masukan tentang betapa pentingnya berkomunikasi yang intensif terhadap semua fihak ;tokoh masyarakat, tokoh lintas agama dan berbagai LSM tentang konsep mengelola keamanan dengan melibatkan semua fihak.
2) fixing the subject upon to reduce radicalism-penulis mengingatkan bahwa dalam mereduksi radikalisme “teori komunikasi” menjadi komponen utama. Semakin banyak berkomunikasi dengan kelompok radikalis diyakini akan akan mengendorkan niat dan sikap radikalisme. Komponen atau subyek dalam kegiatan tersebut diletakan pada tiga komponen; yakni a) tokoh agama yang memiliki kemampuan yang mumpuni dan bisa diterima oleh kelompok radikal, b) insider yaitu yang pernah terlibat dan memahami peta dan ideologi radikalisme dan telah sadar tentang kekeliruan masa lalunya dan disampaikan kepada kelompok yang masih radikal, dan c) Apparatus yaitu pihak yang berwenang dalam menjalankan program deradikalisasi dengan efektif sesuai dengan perencanaan. Di Indonesia program tersebut disesuaikan dengan Blueprint Deradikalisasi.
3) Identifying the radical movement symptoms , yaitu mempelajari dan memetakan gejala. Misalnya saat Arno meminta KNPP memindahkan Arno base ke perbatasan Thailand harus dibaca bahwa akan adanya dukungan radikalis Thailand Selatan terhadap kelompok radikalis di Myanmar
4) mapping the global threat changing strategies, yakni apabila saat ini kasus di Filipina kita baca sebagai zule sea threat dengan basis dukungn ISIS, maka tidak menutup kemungkinan bahwa ke depan akan terjadi ancaman teroris terhadap negara-negara sepanjang laut Andaman. Hal ini dimungkinkan apabila kasus Myanmar yang didukung oleh al Qaedah terhadap Arno, RSO, RLA dan lainnya kemudian direspon sebagai kerja sama oleh ISIS. Walaupun pada prakteknya tidak pernah ISIS bergabung dengan al Qaedah, kecuali dalam kasus Jabl al Nusro di Syria menjadi Jabht pth asy-Syam.
5) when and where military assist, yakni penggunaan kekuatan militer. Di Indonesia selain diatur dalam Undang-undang juga mendasari prinsip universal human right, dalam situasi sulit di mana tidak memungkinkan penegak hukum melaksanakan aksi militer dilibatkan. Misalnya rentang logistik panjang dan medan sulit, pembajakan pesawat udara dan laut, maka berlaku konsep UN universal “military can assist when situation in beyond police capacity“. Dalam pandangan penulis Myanmar mungkin bisa melakukan hal yang sama dengan Indonesia
Semoga bermanfaat.