Dewasa ini seluruh negara tanpa kecuali Indonesia sedang menghadapi tantangan baru terorisme yang memanfaatkan teknologi informasi. Kelompok teroris dalam banyak hal sangat menikmati dan diuntungkan dengan hadirnya produk teknologi berbasis jaringan internet tersebut sebagai kepentingan media propaganda, rekruitment, dan pembinaan jaringan mereka. Hadirnya revolusi teknologi dan informasi berbasis jaringan internet semakin membantu kelompok teroris dalam peningkatan propaganda mereka.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gabriel Weimann perkembangan situs yang dimiliki oleh kelompok teroris dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Jika pada tahun 1998 hanya ada 12 situs, pada tahun 2003 situs kelompok teroris ini sudah mencapai 2.650. Dalam catatan terakhir tahun 2014 telah terdapat lebih dari 9.800 situs yang dimiliki oleh kelompok teroris. Keuntungan yang didapatkan dari penggunaan media online tersebut menurut Weimann adalah akses yang mudah, tidak ada kontrol dan regulasi, audiens yang luas, tidak bernama, kecepatan informasinya, media interaksi, murah membuat dan memeliharanya, bersifat multimedia (cetak, suara, foto dan video) dan terakhir yang tetap menjadi tujuannya adalah karena internet telah menjadi sumber media mainstream.[1]
Selain persoalan kuantitias situs radikal yang terus bertambah, perkembangan yang signifikan dari pertumbuhan propaganda radikalisme di media online adalah terkait perkembangan bentuk dan polanya. Setidaknya ada tiga tahapan perkembangan bentuk dan pola menurut Weimann dalam meneliti perkembangan propaganda radikal teroris di dunia maya. Pertama, tahapan awal hanya website. Kedua, website dilengkapi dengan media interaksi semisal menyediakan forums dan chatrooms. Tahapan yang terakhir yang semakin populer akhir-akhir ini adalah sosial media seperti YouTube, facebook, twitter dan platform media sosial lainnya.[2]
Perambahan dari sekedar website ke media sosial menunjukkan pola dinamis yang dikembangkan kelompok teroris untuk selalu mengikuti perkembangan dan trend teknologi dan informasi. Weimann menyebutkan bahwa pergeseran ke ranah media sosial yang dilakukan oleh kelompok teroris tersebut mempunyai beberapa tujuan, yakni untuk kepentingan lebih interaktif, trendy dan populer, lebih menyentuh pada sasaran dan terakhir yang sangat dikhawatirkan adalah karena secara demografis penghuni lingkungan media sosial tersebut para generasi muda.[3]
Di Indonesia pertumbuhan situs radikal ini juga tidak kalah banyaknya mulai dari yang secara terang-terangan berafiliasi dengan jaringan teroris hingga yang secara samar dan sembunyi-sembunyi memberi dukungan terhadap gerakan radikal teroris. Selain sebagai media propaganda, persoalan pendanaan terorisme seperti pembelian senjata, pelatihan militer, media internet juga dimanfaatkan dalam penggalangan dana dengan tindakan kriminal atau yang dikenal dengan cyber fa’i (perampokan melalui dunia maya). Salah satu contoh, kasus peretasan situs investasi online speedline yang oleh salah satu anggota kelompok terorisme yang bernama Rizki yang berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp. 7 Miliar untuk kepentingan kelompok teroris yang ada di Poso.[4]
Media internet kerap juga dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk pelatihan dan pendidikan seperti beberapa situs yang memberikan tutorial belajar merakit bom dan bahan peledak lainnya. Keberadaan situs-situs ini tidak hanya meresahkan tetapi dalam banyak kasus telah terbukti mempengaruhi perkembangan terorisme. Lima Remaja SMK Klaten mengaku belajar merakit bom dari website forum al-busyro. Fakta lain, Ahmad Azhar Basyir mengaku banyak mencari artikel di internet tentang bagaimana membuat detonator, sampai akhirnya ia menemukan salah satu akun FB salafi jihady yang mengulas tentang hal tersebut. Dan masih banyak contoh-contoh lain yang terbaru keterpengaruhan anak muda dari media online.
[1] Gabriel Weimann, Terror on the Internet: The New Arena, the New Challenges (Washington: United Stated Institute of Peace, 2006), hlm. 30.
[2] Gabriel Weimann, “ New Terrorism and New Media, Research Series, Vol. 2, Wilson Center, 2014.
[3] Gabriel Weimann, “ New Terrorism and New Media, Research Series, Vol. 2, Wilson Center, 2014.
[4] Lihat, Ansyaad Mbai. Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia dan Keterkaitannya dengan Gerakan Radikalisme Transnasional ( Jakarta: AS Production, 2014)