Masyarakat Harus Waspada Bahaya Penyebaran Radikalisme di Medsos

Surabaya – Mantan petinggi Jamaah Islamiyah (JI), Nasir Abbas
memberikan pesan mendalam kepada masyarakat akan bahaya penyebaran
radikalisme melalui media sosial. Pesan itu disampaikan Nasir pada
peringatakan tujuh tahun tragedi bom tiga gereja di Surabaya pada 13
Mei 2018, yang digelar di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela,
Surabaya Selasa (13/5/2025) malam.

“Kita harus waspada agar tidak ada yang terpengaruh, karena saat ini
paham radikal tersebar luas di media sosial dan internet. Seseorang
bisa direkrut hanya dengan membaca konten-konten tersebut,” ujar Nasir
Abbas yang kini menjadi pembina di Forum Komunikasi Aktivis
Akhlakulkarimah Indonesia (FKAAI).

“Masyarakat harus tetap waspada dan menjaga diri agar tidak
terpengaruh oleh hal-hal yang menimbulkan kebencian, permusuhan, dan
intoleransi,” imbuh Nasir.

Ia menekankan bahwa radikalisme bertentangan dengan ajaran agama dan
nurani. Mereka yang berpikiran radikal tidak benar-benar
mengatasnamakan agama, melainkan salah memahami ajaran agama karena
minimnya nurani.

“Mereka menggunakan agama untuk membenarkan perbuatan mereka,” jelasnya.

Nasir, yang pernah ditahan pada tahun 2003, berharap para mantan
napiter dan mereka yang masih menganut paham radikal untuk berhenti.

“Harapan kami, mereka yang masih melakukan perbuatan ini untuk
berhenti karena bertentangan dengan agama dan nurani,” harapnya.

Lebih lanjut dia, meskipun aparat keamanan telah berhasil menjaga
keamanan negara selama dua tahun berturut-turut, Nasir mengingatkan
agar kewaspadaan tetap dijaga.

“Zero attack adalah keberhasilan aparat, tetapi bukan berarti
penyebaran paham radikalisme berhenti. Kita harus tetap waspada,”
tegasnya.

Ketua Pelaksana Peringatan Tujuh Tahun Bom Tiga Gereja di Surabaya,
Wicaksana Isa Nugraha menambahkan, rencana ke depan untuk lebih fokus
pada aspek pendidikan dan seminar.

“Karena masalah intoleransi akarnya di pendidikan, sehingga kami akan
fokus ke sana. Kalau ruang seremonial kurang cocok untuk anak muda,
kita cari model yang signifikan supaya anak muda hadir dan
berkontribusi bagi masyarakat,” jelas Wicaksana.

Tragedi bom bunuh diri 13 Mei 2018 di tiga gereja, yakni Gereja
Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuna, Gereja Katolik Santa
Maria Tak Bercela (GKSMTB) di Jalan Ngagel Madya, dan Gereja Kristen
Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro mengakibatkan sedikitnya 14 orang
meninggal dunia.