Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)
mengajak masyarakat berperan aktif dalam mencegah penyebaran hoaks.
Terutama saat ini di mana sedang berlangsung rangkaian Pemilu 2024
yang informasinya rentan tercemar hoaks.
Seperti diketahui, hoaks merupakan berita bohong yang disampaikan pada
publik melalui media elektronik yang bermuatan asusila, perjudian,
penghinaan, pemerasan, pencemaran nama baik, kebencian, dan kekerasan
yang digunakan untuk mencari kepentingan pribadi.
Anggota Komisi I DPR RI Subarna menyampaikan meski tidak ada
undang-undang yang secara langsung menyebutkan tentang hoaks, namun di
Indonesia penyebaran berita dalam konteks penyiaran sudah diatur
dengan konsekuensi pidana yang jelas.
Menurut Suabrna, penting diketahui cara mengidentifikasi berita bohong
agar dalam masa rentan seperti saat ini, masyarakat mawas terhadap
peredaran berita-berita yang tidak menguntungkan.
“Kita harus hati-hati dengan judul provokatif. Karena berita hoaks
sering menggunakan judul yang sensasional. Kemudian, cermati alamat
website sumber berita,” katanya dalam acara Ngobrol Bareng Legislator
(Ngobras) dengan tema “Menjadi Pejuang Anti Hoaks di Dunia Digital”
Selasa (30/1/2024).
Dewan Pers mencatat ada 43.000 portal berita yang ada di Indonesia,
namun portal resmi yang terverifikasi Dewan Pers hanya kurang dari 300
situs. Karena itu, terdapat puluhan ribu portal berita yang dapat
menjadi sumber berita bohong, sehingga masyarakat harus memeriksa
fakta dengan cara mencermati apakah portal merupakan terbitan
institusi resmi.
Masyarakat juga harus dapat membedakan fakta dan opini, serta keaslian
foto atau video yang menyertai berita tersebut. “Saat ini kita sudah
harus menerapkan langkah menjadi agen perubahan antihoaks,” ujar Ketua
Bidang Studi Sains Informatika UPN Veteran Jakarta Radita Gera
Tayibnapis.
Menurut Radita, saat ini telah memasuki masa era kebenaran atau post
truth, yang komponennya di antaranya hoaks, fake news, bias,
information twist dan hate speech yang berdampak pada cyber bullying.
“Penyebaran konten hoaks membuat masyarakat benci terhadap problem
yang memiliki sentimen negatif,” ujar Radita. Media sosial menjadi
sarana penyebaran informasi yang tidak terkontrol termasuk upaya
menyebarkan kabar kebohongan untuk melawan pihak rival. Elemen utama
hoaks di ruang siber berhubungan dengan agen atau masyarakat yang
memproduksi pesan hoaks dan disampaikan pada masyarakat.