Lamongan – Saiful Arif tampak melangkah pasti sambil membawa sang saka merah putih di halaman Masjid Baitul Muttaqin, desa Tenggulun, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Kamis (17/8/17). Ia dengan bangga bertugas sebagai pengibar bendera di upacara peringatan Hari Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72 bersama 2 orang lainnya yang merupakan anak mantan teroris bom Bali 1.
Saiful alias Abid adalah mantan teroris yang pernah terlibat kasus di Poso. Dulunya ia berangkat ke Ambon pada 2001 dan terlibat konflik di Maluku di bawah bimbingan Abu Ridho. Di tahun 2003 ia terlibat penyerangan warga desa Beteleme, Poso dan baku tembak dengan Brimob.
Kakinya tertembak hingga telapaknya terpaksa diamputasi. Tapi kekurangan itu tidak menjadi hambatan saat ia ditugaskan menjadi pembawa bendera untuk upacara peringatan Kemerdekaan RI ke-72 bersama Yayasan Lingkar Perdamaian dan keluarga mantan teroris di Lamongan, JawaTimur.
Keinginannya untuk berubah dan kembali kepada NKRI disambut baik oleh Ali Fauzi yang sekarang menjadi ketua Yayasan Lingkar Perdamaian.
“Saya ingin berubah menjadi orang yang lebih baik lagi. Saat saya keluar dari penjara, saya diberi wawasan dan pengetahuan oleh Ustadz Ali Fauzi kemudian alhamdulillah saya bisa berubah” ungkap pria berusia 34 tahun ini.
PriaasalLamonganinimengakusenangdanbanggabisamenjadibagiandalamperingatanharikemerdekaan RI.
“rasanyatidakbisadiungkapkan. Pokonyawah..spektakulerkarenainibarupertama kali.Bangga.”
Hal yang tidakjauhberbeda juga diungkapkan Zulia Mahendra. Pria yang akrabdipanggil Hendra iniadalahanakbungsumantanterorisbom Bali 1, Amrozi. Hendra bertugassebagaipengibarbenderabersamadenganSaifuldanKhoerulMustain. Rasa haru yang dirasakan Hendra menjadibuktihilangnya rasa dendam Hendra padanegara.
“awalnyaterharuyaa, pas benderaada di tengah,badanrasanyakesemutan, tapi yang pentingyakindanbisa.” Ungkap Hendra sambiltertawamengingatmomenpengibaranbendera yang barupertama kali ialakukan.
Hendra juga berpesan agar masyarakat Indonesia bisabekerjabersamauntukmembangun Indonesia. Kedepannyaiainginmerangkulkelompok-kelompokradikal agar bisakembalikejalan yang benar.
“jangan lagi lah kita membuat keonaran-keonaran lagi. Cukup kita saling merangkul satu sama lain. Kedepannya kitamencoba konsultasi sama temen-temen yang belum sejalan sama kita, kita cobarangkul, kita sama-sama berusahalah.” harap Hendra di hadapan awak media.
Khoerul Mustain, anak dari Nor Amrida, pelaku teror bom Bali 1 yang bertugas sebagai pengibar bendera juga memiliki harapan yang sama. Ia mengungkapkan pentingnya dukungan dari BNPT selaku pemerintah serta masyarakat agar mantan pelaku teror maupun keluarga pelaku dapat kembali diterima di masyarakat secara utuh.
“Kita berjalan sendiri saja tidak bisa. Dari BNPT sendiri dukung kita, rangkul kita, dan (begitu pula) untuk masyarakat Indonesia agar kita jadi gak minder.”
“17 Agustus ini, kita membuktikan bahwa kita sudah ikut NKRI” tambahnya
Kapolres Lamongan, AKBP Juda Nusa Putra mengaku sangat bangga dan mengapresiasi momen peringatan 17 Agustus di lingkungan mantan teroris ini.
“inimomen yang pas menurut saya bahwa teman-teman yang kemarin melakukan aksi teroris, disini diperlihatkan oleh mereka bahwa mereka sudah benar-benar bersatu dengan kita. Sudah NKRI.” Ungkapnya setelah menjadi InspekturUpacara di lokasi tersebut.
“Kita bisa menunjukkan pada dunia luar, mereka saja yang sudah pernah melakukan penyimpangan bisa kembali, kenapa kita masyarakat biasa tidak. Maka dari itu mari tingkatkan lagi rasa cinta kita pada tanah air.” pungkasnya.