Yogyakarta – Mantan teroris Yudhi Zulfahri mengakui media berperan sangat besar dalam penyebaran radikalisme dan terorisme. Apalagi, di era kecanggihan informasi teknologi, media terutama media sosial (medsos), memiliki akses tanpa batas untuk menyebarkan informasi. Untuk itu, untuk membendung penyebaran radikalisme dan terorisme, medsos harus dibanjiri dengan konten-konten positif dan perdamaian sebagai kontra narasi menghadapi propaganda kelompok radikal.
“Medsos adalah sarana paling efektif untuk menyebarkan radikalisme. Makanya keberadaan kawan-kawan yang berkecimpung di medsos seperti Youtubers ini sangat penting sebagai alternatif narasi untuk melawan kelompok radikal sekailgus agar masyarakat tidak terpapar paham negatif tersebut,” kata Yudhi saat menjadi narasi pada pembukaan Sarasehan Pencegahan Terorisme Bersama Konten Kreator di Yogyakarta, Selasa (4/9/2018) malam.
Hal itulah, menurut Yudhi, yang menjadikan Sarasehan Pencegahan Terorisme Bersama Konten Kreator ini sangat penting dalam membantu pemerintah melakukan pencegahan radikalisme. Disamping dengan kreasi gambar dan video, masyarakat juga bisa diberikan pemahaman untuk memperkuat persatuan dan kesatuan NKRI.
Pada kesempatan, jebolan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) ini memberikan testimoni tentang perjalanan hidupnya, terutama saat ia mulai terpapar sampai melakukan aksi terorisme dengan berperan aktif melakukan pelatihan militer di Janto, Aceh. Padahal, Yudhi mengaku sejak SD-SMA, ia tidak pernah belajar agama secara serius, baru menjelang wisuda di STPDN, ia mulai aktif belajar agama di kampus.
“Saya mulai tertarik ikut pengajian saat semester akhir. Ada sesuatu yang gak pernah saya rencanakan dan gak bisa saya tolak, yang akhirya merubah sejarah hidup saya, yaitu hidayah. Dari yang gak peduli sama sekali dengan agama dan ibadah, kemudian datang hidayah, sehingga saya seperti keranjingan belajar agama,” ungkap Yudhi.
Setelah wisuda, Yudhi pun langsung pulang ke Aceh. Saat itu ia sedang semangat belajar agama dan langsung mencari pengajian untuk menyambung apa yang didapat dari pengajian di kampus. Sebenarnya, apa yang dia dapat dari pengajian kampus tidak ada yang aneh, malah diwajibkan taat kepada pemerintah. Namun disana sudah mulai ada penyempitan ruang beribadahnya dengan merujuk ajak salafy bahwa maulid itu bid’ah, dan juga wahabi.
Ia kemudian dapat pengajian sejenis di Aceh, hanya bedanya di sana harus memberontak ke pemerintah. Akhirnya dengan penuh kegalauan, ia memilih keluar dari PNS, karena pemerintah dianggap kafir.
Dua tahun Yudhi menghilang dan pergi ke Bandung untuk berguru dengan Alawi Makmun yang kemudian membawa di masuk jaringan Aman Abdurrahman. Yudhi akhirnya masuk makin dalam. Dari awalnya ikut pengajian dan menyelamatkan iman, tapi ia masuk semakin dalam sampai menjadi tokoh pelatihan militer di Aceh. Ia kemudian divonis 9 tahun karena terbukti memprakarsai upaya pemberontakan.
Dahsyatnya terorisme dan ekstremisme yang merubah orang dari biasa menjadi radikal. Bayangkan ini terjadi pada banyak orang dan banyak juga belum terdeteksi,” pungkasnya.