Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyerahkan bantuan psikososial modal usaha kepada korban tindak pidana terorisme dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.
“Kami menyerahkan bantuan rehabilitasi psikososial kepada empat orang korban. Dua orang korban adalah korban tindak pidana terorisme, dan dua orang korban adalah korban tindak pidana pelanggaran HAM berat masa lalu,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo.
Hasto menjelaskan bahwa bantuan psikososial tersebut merupakan kerja sama LPSK dengan PT Pegadaian (Persero) Cabang Syariah Islamic Center. Tiap-tiap korban mendapat bantuan dana senilai Rp 5.000.000,00.
Ia mengatakan bahwa bantuan tersebut merupakan kompensasi yang menjadi hak korban, sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Alhamdulillah, para korban tindak pidana terorisme masa lalu itu dapat kami layani dengan pekerja yang maraton,” ucap Hasto.
Namun, menurut Hasto, pemberian kompensasi terhadap korban tindak pidana terorisme masa lalu masih belum terpenuhi seluruhnya. Ketua LPSK ini mengakui pihaknya kesulitan menjangkau korban karena dibatasi oleh tenggat waktu yang diatur undang-undang.
Diketahui bahwa dalam Pasal 43L, ayat (4), UU No. 5 Th. 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme diatur bahwa permohonan kompensasi dapat diajukan paling lama 3 tahun terhitung sejak undang-undang ini berlaku.
“Karena undang-undang membatasi demikian, kami belum bisa memberikan kompensasi kepada mereka yang belum sempat terjangkau sampai pada bulan Juli 2021,” ujarnya.
Hasto menyayangkan hal itu terjadi. Kendati demikian, pihaknya telah mengupayakan revisi terhadap undang-undang tersebut, khususnya dalam pasal yang mengatur keberlakuan 3 tahun setelah diundangkan.
“Kami coba melobi beberapa menteri dan rekan-rekan lembaga swadaya masyarakat (LSM), barangkali apakah bisa undang-undang ini direvisi. Setidaknya ini bisa menjangkau korban tindak pidana terorisme masa lalu, kapan pun dia bisa dijangkau,” kata Hasto.