Lamongan Rancang Strategi Kolaboratif Lindungi Perempuan dan Anak dari Radikalisme

Lamongan Rancang Strategi Kolaboratif Lindungi Perempuan dan Anak dari Radikalisme

Lamongan – Upaya pencegahan radikalisme dan terorisme kini mulai
menyasar kelompok yang selama ini kerap terabaikan: perempuan dan
anak-anak. Di Kabupaten Lamongan, pendekatan kolaboratif lintas
lembaga mulai dirancang untuk menjangkau kelompok rentan ini, termasuk
perempuan mantan narapidana terorisme (napiter), agar mereka dapat
kembali ke masyarakat secara produktif dan bermartabat.

Langkah ini diawali melalui Focus Group Discussion (FGD) yang
diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (DPPPA) Lamongan, dengan melibatkan sejumlah mitra strategis
seperti PC Fatayat NU Lamongan, Bakesbangpol, dan Duta Damai BNPT
Regional Jawa Timur.

Koordinator Duta Damai BNPT Regional Jawa Timur, Achmad Reza
Rafsanjani, menyoroti pentingnya menghadirkan kontra-narasi di ruang
digital, yang saat ini menjadi ladang subur penyebaran ideologi
kekerasan, terutama di kalangan generasi muda.

“Meskipun saat ini kondisi relatif aman atau zero attack, bukan
berarti kita boleh lengah. Pencegahan dini hanya bisa dilakukan
melalui pendekatan kolaboratif. Konsep pentahelix—melibatkan
pemerintah, akademisi, media, komunitas, dan sektor swasta—adalah
kunci. Terutama di era digital, literasi dan kontra-narasi harus terus
diperkuat,” tegas Reza saat diskusi, Kamis (12/6/2025).

Sekretaris DPPPA Lamongan, Riko Andryan Nova, menyatakan bahwa isu
yang dibahas sangat sejalan dengan mandat lembaganya. Ia menekankan
komitmen DPPPA dalam membuka ruang kolaborasi dengan berbagai pihak
demi menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi perempuan dan
anak dari pengaruh paham kekerasan.

“Perlindungan terhadap perempuan dan anak bukan hanya tanggung jawab
satu sektor. Ini adalah kerja bersama,” ujar Riko.

Sementara itu, Ketua PC Fatayat NU Lamongan, Dewi Mashlahatul Ummah,
berharap bahwa forum diskusi ini tidak berhenti sebagai ajang tukar
gagasan semata, melainkan dapat melahirkan kebijakan dan program nyata
yang menyentuh langsung kelompok sasaran.

“Sinergi antarlembaga sangat penting agar rehabilitasi dan reintegrasi
sosial tidak berjalan secara sektoral. Kami ingin ada gerakan bersama
yang benar-benar berdampak,” ujarnya.

Sebagai tindak lanjut nyata, forum ini sepakat membentuk tim kerja
lintas lembaga yang akan menyusun program kolaboratif terintegrasi,
dengan tiga fokus utama:

-Edukasi masyarakat tentang bahaya radikalisme dan intoleransi

  • Pencegahan dini melalui literasi dan sosialisasi
  • Pendampingan berkelanjutan bagi perempuan dan anak yang terdampak
    atau berisiko terpapar paham radikal

Inisiatif ini menunjukkan pergeseran penting dalam pendekatan
penanggulangan radikalisme. Pencegahan tidak lagi semata soal keamanan
nasional, tetapi juga soal perlindungan sosial dan pemberdayaan
kelompok rentan, agar mereka tak kembali terseret dalam lingkaran
kekerasan.

Dengan langkah kolaboratif ini, Lamongan memberi contoh bahwa
penanggulangan terorisme dan radikalisme harus dilakukan dari akar
masyarakat, dimulai dari mereka yang paling membutuhkan perhatian dan
pendampingan.